Goa Gong, Goa Warna Warni di Pacitan

Belakangan Pacitan menarik minat pelancong dengan keindahan alamnya. Saya sendiri pertama kali mengenal Pacitan karena keindahan Pantai Banyu Tibo. Nyatanya semenjak Bapak SBY menjabat sebagai Presiden RI, Pacitan yang notabene kampung halaman Pak SBY berbenah diri. Potensi wisata digaungkan
untuk menarik pelancong dalam dan luar negeri. Kini Pacitan lebih dikenal dengan Kota Seribu Goa dari pada pantainya. Maka kami menyelipkan satu destinasi, Goa Gong, Goa yang menjadi ikon Pacitan untuk kami sambangi.

Goa Gong terletak tak jauh dari pusat kota. Berjarak sekitar 20 kilometer dengan waktu tempuh setengah jam. Terletak di Desa Bomo, Kecamatan Punung, Kota Pacitan, tak sulit untuk menemukan Goa Gong karena cukup banyak rambu-rambu di sepanjang jalan yang mengarahkan pelancong ke Goa Gong.

Dari lokasi parkir, kami masih harus berjalan kaki namun di sekitar lokasi cukup banyak ojek yang menawarkan untuk sampai ke pelataran dari Goa Gong. Tak lama memang hanya sekitar 5 menit namun dengan rute yang cukup menanjak. Diburu waktu dan sekaligus menghidupkan perekonomian warga, kami memutuskan untuk menggunakan jasa ojek ini dengan harga cukup murah Rp 5000,- menuju ke Goa Gong dan kembali ke parkiran.

Baca juga: Melayang 80 meter di atas Pantai Taman, Pacitan

Di depan terdapat tulisan besar Goa Gong Pacitan. Secara fasilitas, terlihat sekali kalau tempat wisata ini diperhatikan dengan sangat baik. Persis di sebelah tulisan ada pendapa yang
cukup besar untuk beristirahat.

Goa Gong Jembatan penghubung antar bukit
Jembatan penghubung antar bukit

Perjalanan kami masih berlanjut menyusuri jalan setapak yang sudah terpelur semen. Tak lama berselang jembatan yang cukup panjang menghubungkan satu bukit tempat kami berada ke bukit di seberang kami. Perjalanan kami tak memakan waktu lama hingga ke mulut Goa Gong. Tak istimewa di bagian depannya. Hanya lubang mengangga terbuka tak beraturan di dinding tebing. Di sekitarnya banyak pelancong yang mungkin sedang beristirahat sebelum melanjutkan menjelajahi Goa Gong atau mungkin pula mereka yang sudah kelelahan setelah menjelajah Goa Gong.

Kami disambut beberapa pemandu yang menawarkan jasa dan alat penerangan. Kami karena memang diburu waktu memutuskan untuk tidak menggunakan jasa pemandu. Setidaknya kami yakin yang kami cari di dalam adalah batu yang berbunyi seperti gong ketika ditabuh.

Selamat Datang di Goa Gong Pacitan
Selamat Datang di Goa Gong Pacitan

Kami mulai memasuki goa dengan langit-langit yang tak terlalu tinggi. Seketika lembab menyergap kami, tak heran di depan tadi kami lihat banyak orang berpeluh dan tersengal-sengal. Jalurnya sudah terbagi 2
untuk jalur masuk dan keluar dengan railing di tengahnya, cukup terorganisir untuk wisata alam. Pijakan kami hanya lantai goa yang sedikit berair dan licin sehingga harus sedikit berhati-hati. Tak lama berselang kami dibuat takjub dengan “katedral” di dalam goa. Ada ruang besar di dalam goa dengan stalagtit dan stalagmit bermandikan cahaya lampu warna-warni. Seketika kami merasa kecil setelah sedikit berjejalan di pintu masuk goa.

Goa Gong Bertabur warna warni lampu
Dalam Goa Gong bertabur warna warni lampu

Railing di depan tadi ternyata menyambung terus berkelok di dalam perut goa. Ada tangga menurun dengan trap yang cukup rapi sehingga nyaman untuk pengunjung. Hanya basah tetap mengiringi jalan setapak kami. Di dalam perut goa ini sebenarnya cahaya cukup terang sehingga tak perlu alat penerangan apapun. Seluruh dinding goa dan isinya berpendar warna-warni dari merah, kuning, hijau, ungu, pink, biru. Karena jalan setapaknya tak terlalu lebar, kami harus sedikit bersabar ketika rombongan di depan kami berhenti untuk berfoto. Justru saat ini lah kami gunakan untuk mencuri dengar dari pemandu di rombongan sebelah yang mengatakan bahwa ada 7 ruangan di dalam Goa Gong.

Ruang Sendang Bidadari berupa kolam kecil dengan air yang dingin, bersebelahan dengan Ruang Bidadari. Ruang ketiga dan keempat adalah Ruang Marmer dan Batu Kristal, saya sempat menyaksikan salah satu stalagtit yang berkilap ketika disorot lampu senter oleh salah satu pemandu. Ruang kelima adalah pusat dari Goa Gong dengan ruangan yang sangat besar. Konon katanya jika ditarik garis lurus ke atas, posisi kami saat itu 300 meter di bawah puncak bukit. Ruang keenam adalah Ruang Pertapaan lalu ruang ke tujuh adalah Ruang Batu Gong.

Mengapa di sebut Goa Gong?

Menurut cerita setempat, dahulu dari dalam goa sering terdengar orang bermain gong padahal tak ada siapapun di dalam goa. Selidik punya selidik, ternyata bunyi gong berasal dari cucuran air yang jatuh menimpa batu-batu di bawahnya dan menimbulkan gema seperti tabuhan gong.

Goa Gong Pacitan Dilengkapi dengan railing
Dilengkapi dengan railing
300 meter ke dalam perut goa Gong Pacitan
300 meter ke dalam perut Goa Gong

Kami terus menyusuri Goa Gong yang semakin dalam semakin terasa pengap. Baju kami basah kuyub meskipun di beberapa titik goa sudah dilengkapi dengan kipas angin besar namun sepertinya tak membantu untuk kami.

Di beberapa sisi goa kami menemukan lubang gelap menganga, malah dari dalam situ kami merasakan hembusan angin yang cukup sejuk (walaupun tak tahu ada apa di dalam sana :p) Sialnya kami, karena kami tidak menggunakan jasa pemandu tanpa terasa kami sudah berjalan hampir kembali ke titik awal penjelajahan goa. Kami hanya sempat menikmati Batu Kristal dan beberapa sendang yang kami pun tak punya nyali untuk turun dan mendekat ke arah sendang. Kami hanya menatap berjarak beberapa meter sambil berimajinasi “ada apa gerangan yang berkubang di air dingin nan gelap?”

Goa Gong Formasi batuan berumur ratusan tahun
Formasi batuan berumur ratusan tahun
Batu dengan bentuk unik di Goa Gong
Batu dengan bentuk unik

“Dimana Batu Gong-nya?” kami saling bertanya.

Tak satupun kami lihat area spesial yang dikerumuni pengunjung. Tak sedikitpun kami mendengar bunyi gong selama hampir 30 menit kami berada di dalam goa. Kami hanya menatap batu-batu besar sambil menghibur diri, “Ah mungkin itu batu gong dan sudah tidak boleh didekati oleh pengunjung”.

Karena memang salah satu peraturan yang tertera adalah dilarang menyentuh atau merusak batuan yang ada. Terlepas dari tidak bertemunya dengan Batu Gong, Goa Gong ini merupakan salah satu detinasi wisata alam yang sudah dikelola dengan sangat baik.

Indahnya goa yang bermandikan cahaya warna warni saja sudah menjadi daya tarik sendiri.

Warna Warni Goa Gong Pacitan
Kecilnya manusia di tengah ciptaan-Nya

Kecewa saya sedikit terobati saat ada yang mengatakan bahwa Goa Gong memnag sudah tidak memiliki Batu Gong, yang masih memiliki Batu Gong adalah Goa Tabuhan yang berada di Pacitan juga.

Enterpreneur, Travel Blogger, Instagramer, Hotel & Resto Reviewer, Fuji Film User.
12 Responses
  1. Mas Edy Masrur

    Mirip banget sama Gua Maharani di Lamongan, termasuk lampu warna-warninya. Angin sejuk itu mungkin dari lubang gua yang terhubung dengan dunia lain. Maksudnya dunia di luar gua, Pak. Hahahaha.

  2. Matius Teguh Nugroho

    Aku jarang banget ke gua, dalemnya keren banget yak. Kalau aku kayaknya bakal pake pemandu karena nggak pede masuk sendirian, hahaha

  3. uwan

    mungkin karena saking sepi dan menggemanya, bunyi tetesan air udah kayak bunyi ghong ya kak. wkwkwkkw.. btw bagus guanya.. jadi inget mak lampir dan angling darma. wkwk

  4. Evi

    Eksotis banget di dalam Gua Gong ini. Mungkin karena cahayanya yang warna-warni. Tapi Saya membayangkan sewaktu gua ini pernah dihuni oleh manusia prasejarah. Mungkin kah?

    Kalau ke Pacitan nanti kunjungan ke sini sepertinya wajib..

    1. Anthony Leonard

      Nah ga ada info ttg dihuni manusia prasejarah sih Mba, tp kl masuk goa gini jadi inget film2 seperti Sanctum hehehe

Leave a Reply