Jelajah Malam di Lawang Sewu

Dia berdiri angkuh bergeming menatap lalu lalang modernitas di salah satu sudut Jalan Pemuda. Memandang lekat kearah Tugu Muda yang dibanjiri cahaya warna-warni dan riuh rendah canda tawa muda-mudi Semarang.

Di tengah gelapnya hari dia bermandikan cahaya keemasan. Entah kenapa ada rasa berbeda setiap menatapnya apalagi saat hitam melatari dirinya. Angker seketika menyeruak, imajinasi liar tentang kelam masa lalu pasti bermain hebat di dalam kepala. Salahkan sejarah yang pernah menyematkan potongan kelam masa lalu pada dirinya.

Pukul 8 malam itu, saat sebagian orang beranjak pergi tapi kami baru saja tiba menyambanginya. Dia masih berdiri kokoh tak tergerus masa meskipun usianya menjelang 109 tahun. Tak ada gurat lelah, hanya beban sejarah kelam yang dipeluknya. Berkali-kali dia berganti nama seiring dengan tugas yang diemban di pundaknya.

Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij, begitu namanya saat dia terlahir tahun 1907. Sampai akhirnya kini kami mengenalnya dengan nama Lawang Sewu. Bangunan seribu pintu, begitu tanah air menggambarkan sosoknya walaupun tak ada yang tahu pasti berapa tepatnya jumlah pintu yang dimilikinya. Di halaman depan kami terpukau mengagumi sosoknya. Perasaan saya mengatakan, saat gelap, dirinya justru terlihat lebih berkarakter, antara megah dan mistis yang melebur.

Tugu Muda Semarang
Menatap lekat Tugu Muda
Deretan pintu di Lawang Sewu
Deretan pintu di Lawang Sewu
Lawang Sewu di malam hari
Berdiri angkuh di gelap malam

Seorang abdi menemani kami untuk berkenalan lebih dekat dengan Lawang Sewu. Lorong demi lorong, pintu demi pintu, satu persatu anak tangga menyapa kami. Tuan rumah yang baik pikir saya karena dia membuka lebar semua pintu. Sementara tetamu lain hanya bisa mengenalnya di lantai 1, kami mendapat keistimewaan untuk mengenalnya hingga ke lantai 3. Bahkan menara kembar yang mengapit dia dapat kami sambangi di bagian teratas.

Interior Lawang Sewu yang bersih
Lawang Sewu kini bersih dan terawat
Selasar luar Lawang Sewu
Selasar luar Lawang Sewu

Lantai 1 memang banyak bertutur tentang kisah per-kereta apian di tanah air, sementara lantai 2 dibiarkan hanya ruang-ruang kosong yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk gallery atau jamuan makan sementara lantai 3 hanya ruang sepi tak berisi yang dulunya merupakan area dansa.

Menara yang terlihat mengapit dia tak lain adalah menara penampungan air. Aroma kotoran kelelawar menyeruak begitu pintu menara terbuka, tak heran karena mungkin area ini sangat jarang disinggahi tamu Lawang Sewu

Tangga di Lawang Sewu menuju lantai 2
Tangga menuju lantai 2 yang tertutup untuk umum
Ruang dansa dan ruang pembantaian di Lawang Sewu
Ruang dansa, ruang pembantaian hingga kini dibiarkan kosong

Pendar menguning di setiap sudut menegaskan kesan lampaunya namun tak sedikit yang meresapinya sebagai penggambaran kelam masa lalu. Sejarah menorehkan pernah terjadi pertempuran 5 hari antara anak bangsa dengan tentara negeri matahari terbit.

Pertumpahan darah, penyiksaan dan segala hal keji yang terpaksa membayangi dia hingga kini. Satu ruangan kini terlarang bagi para tamu. Ruang bawah tanah yang awalnya hanyalah tempat penampungan air sempat menjadi ruang yang penuh dengan keputusasaan. Ruang untuk menyekap para pemberontak hingga ajal menjemput.

Saya sempat menjulurkan kepala menengok ruang bawah tanah. Gelap dan dingin yang terasa dari lubang yang menganga di lantai. Pengelola menutupnya dengan alasan keamanan karena konon katanya lorong-lorong bawah tanah ini dapat menyesatkan bahkan dapat tembus hingga ke laut.

Gunakan pemandu di Lawang Sewu
Wajib menggunakan pemandu agar tidak tersesat (IF: Hartadi Putro)
Seribu pintu di Lawang Sewu
Seribu pintu di Lawang Sewu

Lebih dari 1 abad usianya kini. Upaya pemerintah untuk tetap meremajakannya terus digulirkan. Membuatnya terus menjadi salah satu ikon Kota Semarang. Sejarah kelam bukan lantas menenggelamkannya namun tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu daya tarik bagi pelancong untuk mengunjungi dia, Lawang Sewu.

Jalan jalan Jeprat jepret di Lawang Sewu
Jalan jalan Jeprat jepret di Lawang Sewu

***

Catatan C4ME:
Tulisan ini sebagai bagian dari kegiatan FamTrip yang diadakan oleh Badan Promosi Pariwisata Kota Semarang (BP2KS) dalam rangka mengangkat potensi wisata di Kota Semarang. Adalah suatu kebanggaan untuk saya karena ikut serta menjadikan #SemarangHebat menjadi trending topic. Terima kasih Semarang, terima kasih Bapak Hendrar Prihadi, terima kasih BP2KS

Baca juga:

Travel Blogger Indonesia di Lawang Sewu
Travel Blogger Indonesia di Lawang Sewu

Enterpreneur, Travel Blogger, Instagramer, Hotel & Resto Reviewer, Fuji Film User.
22 Responses
  1. Gio | Disgiovery

    Hasil bluffing semalam tapi lengkap gini, ckckck! Salut deh kak Leo!

    Belum puas sih foto2 selfie di Lawang Sewu malam hari, tapi waktu itu mood-nya udah bolong, hahaha, mungkin kebanyakan ngemil gandjelrel 😉

  2. budiono

    lawang sewu ternyata tidak seseram yang dibayangkan. ya mungkin setelah revitalisasi ini semua jadi bersih dan terang. konon dulunya pesing, bau aneh, banyak gembel, dan gelap. jadi sangat seraaamm…

  3. Imama Lavi Insani

    aku baca ini udah serem kak, makanya pas disana niat gak nulis cuma foto dikit, meskipun katanya gak serem tapi aku tetep takut 🙁

Leave a Reply