Melihat Situgunung Mengering Saat Kemarau Panjang

Sedih rasanya saat pertama kali saya melihat kondisi Situgunung Sukabumi saat itu. Lokasi yang dielu-elukan sebagai “surga” bagi para pembidik keindahan alam itu seperti sekarat menanti ajal menunggu mukjizat menyambung hidup.

Alkisah, danau seluas 6 hektar ini dibuat oleh bangsawan dari kerajaan Mataram sekaligus buronan Belanda, Mbah Jalun. Sekitar tahun 1800-an, Mbah Jalun melakukan pelarian ke tanah Jawa hingga sampai di daerah Sukabumi.

Selama perjalanan Mbah Jalun sempat memperistri wanita asal Kuningan, Jawa Barat. Dalam pelariannya itu pula Mbah Jalun mendapatkan keturunan sehingga begitu tiba di Sukabumi sebagai wujud syukurnya beliau membangun sebuah danau di dalam hutan hanya dengan peralatan sederhana. Dalam 7 hari terciptalah sebuah danau yang diberi nama Situ Gunung.

Kabarnya saat pasukan Belanda menemukan lokasi Mbah Jalun bersembunyi, merekapun takjub akan keindahan alam Situ Gunung.

Hutan di Situgunung
Masih tersisa kecantikannya

Situ Gunung saat ini menjadi bagian wilayah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Pengunjung bisa mengeksplore taman nasional dengan luas hampir 100 hektar ini. Selain Situ, ada curug dan beberapa blok bumi perkemahan, diantaranya Blok Tepus, Kalianda, Harendong, Tegal Arben dan Bagedor.

Beberapa pondok penginapan pun tersebar di dalam Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Dari gerbang, berjalan kaki 30 menit atau sekitar 1 Kilometer untuk mencapai Situ Gunung. Rutenya relatif mudah atau jika terlalu malas untuk berjalan ada jasa ojek untuk mengantar ke bibir Situ hingga kembali ke gerbang masuk.

Area ini biasanya tertutup air sampai menggenangi pulau kecil di belakang
Area ini biasanya tertutup air sampai menggenangi pulau kecil di belakang

Tiba di pelataran Situ Gunung, saya hanya bisa tertegun menyaksikan keadaan Situ. Berbeda dengan suasana mendung saat di Danau Tamblingan yang memberikan kesan syahdu, mendung di Situ Gunung seakan pertanda berkabung melihat kekeringan yang melanda.

Hanya 3 kali hujan dalam kurun waktu 6 bulan ditambah lagi keretakan pada pintu air menyebabkan debit air di Situ Gunung terus menurun. Dari kedalaman 8 meter, saat ini titik terdalam Situ Gunung hanya 1,5 meter. Tanah yang tadinya tertutup air Situ Gunung kini tampak retak mengering layaknya dataran padang gurun.

Miris melihat “surga” para pemburu sunrise ini sekarang terlihat seperti padang rumput dengan sebagian tanah yang kering bukan lagi sebagai danau yang memantulkan hijau pepohonan di permukaan airnya atau membiaskan sinar matahari pagi yang menyeruak di antara daun-daun dan kabut tipis yang mengambang di permukaan danau.

Kedalaman Situgunung hanya tinggal 1 meter
Kedalaman Situ hanya tinggal 1 meter
Danau yang berubah menjadi padang rumput
Danau yang berubah menjadi padang rumput

Entah kenapa sampai saat ini tidak ada inisiatif untuk memperbaiki keretakan pada pintu air Situ Gunung, padahal mengeringnya Situ sangat berdampak pada kehidupan penduduk setempat. Tidak ada lagi pemasukan dari sewa perahu keliling danau, sawah-sawah yang kurang mendapatkan pengairan.

Satu-satunya cara untuk mencegah adalah dengan memperbaiki pintu air sambil terus berharap turunnya hujan. Pemilik warung-warung di sekitar Situ sempat berucap, “Ini keadaan terparah dalam 3 tahun terakhir. 2 bulan lagi tanpa hujan maka Situ Gunung benar-benar akan kering kerontang”.

6 bulan tanpa hujan
6 bulan tanpa hujan

Sambil berucap “semoga Situgunung kembali menjadi “surga” bagi penikmat alam” saya beranjak meninggalkan Situ Gunung. Tak jauh berjalan, sambil menatap Situ yang kering dari ketinggian, bunyi daun tertimpa air yang jatuh dari langit menyadarkan saya untuk segera beranjak.

Gerimis…. setelah 6 bulan tanpa hujan, semoga menjadi pertanda baik bagi Situgunung untuk kembali menyapa para penikmat alam dengan keelokan alamnya.

Situgunung dulu dan sekarang
Situ Gunung dulu dan sekarang

Enterpreneur, Travel Blogger, Instagramer, Hotel & Resto Reviewer, Fuji Film User.

Leave a Reply