Api berkobar di segala penjuru. Kacau teramat sangat saat itu. Entah berapa banyak nyawa melayang. Tak terhitung pula materi yang dijarah dan dibumihanguskan. Patung-patung Budha berlapis emas dihancurkan dan dijarah. Patung Budha yang terbuat dari batu dipenggal kepalanya. Tahun 1700-an, Ayutthaya telah dibumihanguskan oleh Burma menyisakan reruntuhan puing berjelaga.
Berbeda dengan Bangkok, Ayutthaya yang berjarak 90 Km ke arah utara terlihat jauh lebih lengang. Padahal wilayah yang dikelilingi Sungai Chao Praya, Lop Bhuri, dan Pa Sak pernah menjadi ibukota Siam di masa silam. Kehidupan di kota kecil ini berjalan lebih santai, lebih tenang, tak ada hingar bingar klakson kendaraan. Destinasi wisata Ayutthaya hanya reruntuhan kuil dan candi. Teman saya bahkan berkata, Ayutthaya hanya menarik selama 1-2 jam, sesudahnya kamu akan merasa “kekenyangan” karena ada reruntuhan candi di setiap sudut kota. Sekedar melihat-lihat mungkin memang akan membosankan, maka dari itu saya mencoba mengikuti paket bike tour. Berkeliling Ayutthaya selama hampir 4 jam dengan bersepeda, mengunjungi highlight dari Ayutthaya dengan penjelasan lengkap dari Mrs Bong sang pemandu kocak yang memberikan saya gantungan kunci Ayutthaya sebagai suvenir.
Ayutthaya Tourism Center
Bangunan besar berwarna putih yang dulunya balai kota masih terlihat lengang saat kami tiba pukul 9.30 pagi. 6 patung dada raja dan ratu selama Ayutthaya berjaya menyambut kami di puncak bangunan. Memang baru beroperasi pada pukul 10.00, namun karena kami peserta tour, kami diperbolehkan masuk langsung menuju ke lantai 2. Mrs Bong menjelaskan sangat mendetail tentang sejarah, kebudayaan, kondisi alam dan cuaca serta kehidupan sehari-hari masyarakat dan warga kerajaan sewaktu Ayutthaya masih menjadi ibukota Siam. Fakta menarik kami temukan saat Mrs Bong menyebutkan nama asli dari Bangkok yang tercatat sebagai nama kota terpanjang menurut Guiness Book of Records
“Krung Thep Mahanakhon Amon Rattanakosin Mahinthara Yuthaya Mahadilok Phop Noppharat Ratchathani Burirom Udomratchaniwet Mahasathan Amon Piman Awatan Sathit Sakkathattiya Witsanukam Prasit”
Yang artinya kurang lebih kalau disingkat adalah “kota malaikat”
Semakin menarik saat Mrs Bong bercerita tentang bagaimana Bangsa Burma membumihanguskan dan menjarah Ayutthaya. Yang lucu, di akhir cerita Mrs Bong menyelipkan sepenggal kalimat, kini Thai dan Burma sudah berdamai namun sebenarnya masih ada sedikit dendam jauh di hati yang paling dalam. Belum lagi Mrs Bong berargumen bahwa cerita yang dia sampaikan barusan adalah versi Thai, bisa jadi versi Burma, bangsa Thai lah yang bersalah sehingga Burma menyerang balik. Sejarah selalu menarik jika disampaikan dengan porsi yang pas oleh penutur yang handal.
Wat Phra Sri Sanphet
Kuil terbesar di Ayutthaya ini paling mudah dikenali dengan barisan 3 Chedi (stupa) besar yang kini difungsikan untuk menyimpan abu jenazah para Raja. Stupa kecil di sekelilingnya konon berisikan abu dari jenazah sanak keluarga kerajaan. Dulu terdapat patung Budha emas yang pada saat penyerangan Burma, patung tersebut dihancurkan dan dijarah. Sebagian lain menyatakan bahwa emas yang tertinggal dari patung tersebut dilebur untuk melapisi patung Budha tidur di Bangkok.
Karena kuil ini merupakan kuil tertinggi dan paling suci pada masa keemasan Ayutthaya, di kompleks Grand Palace, Bangkok, saat ini berdiri Wat Phra Kaew yang meniru bentuk 3 Chedi besar Wat Phra Sri Sanphet. Di dalam Phra Kaew kini tersimpan Jade (emerald) Budha.
Viharn Phra Mongkhon Bophit
Bayangkan bagaimana caranya memindahkan patung Budha perunggu setinggi 17 meter dari luar ke dalam ruangan? Patung ini dulunya berada di luar ruang. Saat pembangunan kuil Mongkhon Bophit, seorang raja memerintahkan patung Budha itu dipindahkan ke dalam kuil.
Kuil ini terletak di samping Wat Phra Sri Sanphet. Dulu, kuil ini difungsikan untuk mengkremasi anggota kerajaan dengan patung Budha perunggu dalam posisi duduk sebagai pusat kuil. Kuil ini juga sempat dihancurkan saat penjajahan Burma namun direstorasi pada tahun 1900 an. Pada tahun 1990, patung perunggu ini mulai dilapisi dengan emas hingga rampung di tahun 1992.
Wat Lokaya Sutharam
Jika di Phra Mongkhon Bophit patung Budha berpindah dari luar ke dalam ruangan, di Lokaya Sutharam, patung Budha tidur sepanjang 42 meter yang tadinya berada di dalam kuil kini hanya beratapkan langit. Bangunan kuil hancur menyisakan patung Budha tidur ini. Kini Budha tidur ini hanya berselimutkan kain kuning persembahan dari umat.
Jika tidak menggunakan jasa tour mungkin agak sulit menemukan situs ini karena terletak di tengah pemukiman warga. Di bagian seberang komplek Budha tidur terdapat jajaran warung dengan bukti nyata saat tahun 2011 Ayutthaya tergenang banjir. Batas genangan air yang hampir mencapai bagian atap masih terlihat jelas di dinding warung-warung.
Wat Na Phra Men
Satu-satunya kuil di Ayutthaya yang tidak dibumihanguskan oleh Burma. Kuil ini dijadikan tempat peristirahatan oleh tentara-tentara Burma pada saat perang berlangsung. Patung Budha berlapis emas setinggi 6 meter dalam posisi duduk berada tepat di ujung kuil.
Di bagian berlawanan dari Budha emas ini terdapat 9 patung Budha kecil yang mewakili 7 hari kelahiran manusia. Entah kenapa hari Rabu dianggap sebagai hari yang kurang baik sehingga memiliki 2 patung Budha dengan posisi berbeda. Patung Budha terakhir adalah bagi siapapun yang tidak mengetahui hari lahirnya.
Wat Mahathat
Konon saat proses restorasi bangunan kuil ini pada tahun 1956 ditemukan satu ruang rahasia yang berisikan harta karun dan berupa emas dan peninggalan Budha. Tak lengkap jika ke Ayutthaya tidak mengunjungi kuil ini. Patung kepala Budha yang tersemat di dalam batang pohon kerap kali dijadikan sebagai highlight di brosur-brosur wisata Ayutthaya.
Menurut cerita Mrs Bong, patung kepala Budha itu tidak muncul dengan sendirinya atau hasil pahatan pada batang pohon. Melainkan saat berlangsung penjarahan oleh Bangsa Burma, banyak patung-patung Budha yang dipenggal kepalanya. Sebagian dibawa sebagian lain ditinggalkan tergeletak begitu saja. Salah satunya adalah kepala Budha ini. Setelah beratus-ratus tahun tumbuhlah pohon menyelimuti patung kepala Budha walaupun anehnya wajah sang Budha tetap tidak tertutup oleh batang yang terus bertumbuh.
4 jam tak terasa, rasanya saya ingin memohon kepada Mrs Bong untuk mengunjungi kuil-kuil lain. Saya masih penasaran dengan Wat Niwet, kuil berarsitektur gereja di seberang sungai Chao Praya atau Wat Yai Chai Mongkol, reruntuhan kuil yang mempunyai ratusan patung Budha berjajar rapi. Apa daya saya harus menyudahi perjalanan saya mengayuh sepeda melintasi sejarah di kota tua Ayutthaya. Saya mematahkan persepsi teman saya, Ayutthaya tidak membosankan jika kita bisa menggali sejarah di balik reruntuhan kuil yang tersebar di setiap sudut kota warisan budaya dunia ini.
***
Catatan C4ME:
- Banyak paket tour tersedia untuk dipilih sesuai dengan keinginan. Walau agak mahal tapi sebanding dengan cerita yang didapat, dibanding hanya sekedar melihat-lihat saja.
- Penyewaan sepeda atau Tuk-tuk sebagai alternatif lain bagi yang ingin menjelajah Ayutthaya tanpa jasa pemandu
- Sunblock is a must kalau tidak mau terbakar matahari. Gunakan juga pakaian yang nyaman
- Pihak tour menyediakan 1 air mineral, 1 soft drink dan gulali sebagai camilan. (Gulali ini rasanya lebih nikmat dibanding gulali di Jakarta :p)
- Ikuti arahan pemandu saat bersepeda, walaupun jalanan tidak terlalu ramai kadang kita juga harus melintas di persimpangan besar dengan mobil berseliweran.
- Tiket masuk ke kuil-kuil berkisar 50 Baht, namun ada juga yang gratis
Menarik! ketimbang mengunjungi kawasan pantainya, aku lebih tertarik datang ke tempat seperti ini. Tapi emang keliatannya sepi banget ya mas. Aku takut diculik *masLeoMendelikJijik hahaha
Sepi krn bukan musim liburan om, tapi emang jauh lebih tenang di banding bkk
Nais info kak. Nanti dicoba deh jalan2.. 🙂
boleh kakak
semacam sedih begitu karena kemaren ke Bangkok gak sempat main2 kesini..
*nangis di pojokan kosan*
Harus cepet-cepet kembali mba sebelum negara api menyerang kembali #abaikansaja
keren banget emang disini!! Sukak!
Makasih Kak Takdos