Menjelang petang saya dan beberapa teman dari travel blogger, foodies dan media online baru menjejakkan kaki di Bandara Sultan Syarif Kasim II. Berbeda dari apa yang saya bayangkan, ternyata Bandara Pekanbaru cukup bagus dan memang ternyata baru saja rampung direnovasi. Yang menarik, pengumuman di sini dilakukan dalam 3 bahasa, Indonesia, Inggris dan Melayu.
Kedatangan saya dan teman-teman kali ini adalah atas prakarsa dari Fox Harris Hotel Pekanbaru dan Pekanbaru Heritage Walk yang rencananya akan menggaungkan wisata sejarah dan wisata kuliner di Pekanbaru, Exploring The Heritage of Pekanbaru. Jadi, bagi siapapun nanti yang ingin berkunjung ke Pekanbaru, tak perlu repot mencari dan menyusun itinerary. Cukup menginap di Fox Harris Hotel Pekanbaru dan mengambil paket wisata heritage yang waktu dan lokasinya pun bisa disesuaikan dengan keingin tamu–tamu nantinya. Saya dan teman-teman sangat beruntung bisa merasakan 2 paket wisata sekaligus yaitu Pekanbaru Heritage Walk dan Pekanbaru Culinary Heritage Walk.
So…. Apa saja yang kami lakukan selama 3 hari di Pekanbaru??? Ada 6 highlight dari perjalanan seru kami mengulik sejarah di Pekanbaru
-
Olahraga sambil belajar sejarah
Namanya heritage ya pastinya gak akan jauh dari sejarah bukan??? Bang Iwan selaku salah satu penggagas Pekanbaru Heritage Walk sendiri yang memandu kami saat itu. Dari Fox Harris Hotel Pekanbaru, kami diantar menuju pemberhentian pertama di Rumah Singgah Sultan di tepi Sungai Siak. Rumah panggung yang berumur lebih dari 100 tahun ini dulunya digunakan oleh Sultan setelah berlayar sejauh 130 km menyusuri Sungai Siak dari Siak menuju Pekanbaru. Rumah ini sudah menjadi bagian dari bangunan cagar budaya yang sudah mengalami peremajaan pada bagian lantai rumah dan kaki-kaki rumah panggung yang sudah di beton, lain dari itu, rumah ini masih asli dari sejak dibangun pada tahun 1897.
Di dalam rumah ini berisikan foto-foto kondisi rumah dari jaman dahulu. Termasuk pula kondisi Sungai Siak saat hanya memiliki jembatan poonton (jembatan dari perahu yang dijajarkan utk lalu lalang penduduk). Berkembangnya Pekanbaru karena adanya cadangan minyak bumi yang melimpah “memaksa” pembangunan jembatan yang lebih memadai, aman dan nyaman. Hingga kini ada beberapa jembatan melintas di atas Sungai Siak, namun ada 1 jembatan yang menjadi ikon yaitu Jembatan Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzamsyah atau Jembatan Siak 3, singkatnya. Jembatan kuning menyala berbentuk busur ini melintas di atas Sungai Siak menghubungkan sisi Utara dan Selatan. Walaupun sudah berusia 30 tahun, jembatan ini masih terlihat terawat dengan baik.
Dari tepi Sungai Siak, kami diajak berjalan kaki mengunjungi kota tua. Bangunan-bangunan di sini seluruhnya masih peninggalan dari jaman dahulu. Sebagian ada yang masih dihuni, sebagian lagi malah terbengkalai. Seperti misalnya kedai kopi Kimteng. Mungkin saat ini yang lebih terkenal adalah Kedai Kopi Kimteng yang berada di Jalan Senapelan, padahal dulunya Kimteng berdiri di antara pemukiman warga yang kini pintunya tertutup rapat dipadati belukar.
Perjalanan sejarah kami terus berlanjut ke titik 0 Pekanbaru. Bayangan saya, titik 0 akan berupa tugu megah dipadati muda-mudi berswafoto. Nyatanya tugu 0 kilometer Pekanbaru hanya berupa cor-an batu bercat kuning di tepi pelabuhan yang sudah tak terpakai lagi. Berterima kasihlah saya kepada Pekanbaru Heritage Walk, sementara mungkin wisatawan lain hanya bisa menikmati megahnya Pekanbaru, tapi saya bisa tahu di mana Pekanbaru berawal.
Di penghujung Pekanbaru Heritage Walk kami diajak menyambangi Masjid Raya dan makam Sultan yang letaknya bersebelahan. Di pekarangan terdapat nisan-nisan kecil tempat dikebumikannya anggota kerajaan yang tidak memiliki hubungan darah dengan Sultan, seperti pengawal kerjaan. Sementara di dalam bangunan tertutup terdapat 5 makam di mana salah satunya adalah makan Sultan Syarif Kasim II, sebagai Sultan Siak yang mendukung perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia dan menyatakan bergabung dengan Indonesia tak lama setelah kemerdekaan RI.
-
Belajar menenun Songket
Di salah satu kampung, masih di tepi Sungai Siak ada 1 bangunan yang masih membuat tenun secara tradisional. Meskipun nilai-nilai budayanya sudah sedikit luntur, tapi keberadaan kain Songket ini tetap diminati oleh warga lokal ataupun wisatawan. Di dalam rumah tua ini terdapat kurang lebih 5-6 alat tenun. Dahulu, seorang gadis harus bisa menenun sebelum dianggap sebagai wanita dewasa dan siap untuk dilamar. Seperti yang saya saksikan, sepertinya gadis-gadis sekarang sudah tak peduli dengan budaya ini. Terbukti semua yang menenun di sini adalah ibu-ibu yang patut diacungi jempol karena terus berusaha melestarikan Songket Pekanbaru.
Pembuatan satu songket bisa berkisar antara minggu hingga mencapai bulanan tergantung kerumitan motif yang dibuat. Songket Pekanbaru lebih memiliki banyak warna sebagai dasarnya, namun yang menjadi ciri khasnya adalah benang emasnya yang membentuk motif.
-
Siang merakyat malam bak Sultan
Siang hari kami dibawa mengunjungi Pondok Ikan Bakar Firdaus. Warung makan biasa di Jalan Merbabu, persis berseberangan dengan Kantor Lurah Kampung Bandar. Seperti umumnya warung makan, PIB Firdaus menyediakan berbagai pilihan lauk dan sayur namun yang menjadi primadona adalah Ikan Bakarnya. Perpaduan citarasa Melayu dan Minang menjadikan rumah makan ini selalu ramai dikunjungi. Bahkan untuk ikan bakarnya, sudah habis ludes sebelum jam makan siang tiba.
Malam hari kami makan malam di Sultan Resto di Jalan Ronggo Warsito. Bang Rahman, pemilik Sultan Resto langsung yang menyambut kami. Bangunan Sultan Resto memiliki 2 lantai dengan gaya Melayu yang kental. Di bagian bawah, dinding-dindingnya dipenuhi foto-foto jaman dahulu tentang Kesultanan Siak. Bang Rahman sendiri yang akan dengan senang hati menjelaskan tentang foto-foto ini dengan detail. Di lantai 2 terdapat beberapa ruang VIP yang juga bisa digunakan untuk meetings, incentives, conferences and exhibitions (MICE).
Kami dimanjakan dengan begitu banyak hidangan perpaduan Melayu, Minang dan Peranakan. Patin Bakar Bambu menjadi primadona di antara kami, bahkan beberapa teman yang agak anti menyantap ikan akhirnya mengamini kalau ikan Patin Bakar Bambu di sini juara. Ada beberapa jenis menu berbahan dasar ikan yang diracik dengan berbeda-beda namun memiliki rasa yang luar biasa nikmat. Di Sultan Resto pula akhirnya saya berkesempatan mencicipi minuman dan kudapan lokal, Laksamana Mengamuk dan Bolu Berendam. Laksamana Mengamuk aslinya berbahan dasar mangga Kuini yang dicincang halus ditambah santan dan gula merah. Namun dengan pengembangannya, hanya Kuini yang menjadi bahan utamanya. Sedangkan Bolu Berendam adalah bolu yang disajikan berkuah. Meskipun berkuah, bolunya tidak lantas hancur.
- Susuri Sungai Siak
Pengalaman yang menyenangkan bisa menyusuri Sungai Siak sambil menanti matahari tenggelam persis di balik Jembatan Siak III. Sungai Siak pernah dinobatkan sebagai sungai terdalam di Indonesia dengan kedalaman mencapai 30 meter, namun karena pendangkalan kini hanya tersisa 18 meter. Dahulu kapal tanker dan peti kemas bisa melintas di sungai ini. Kini hanya difungsikan oleh penduduk setempat untuk berlalu lalang menggunakan perahu motor kecil atau perahu dayung yang kami naiki.Menunggu matahari tenggelam kami diajak menyusuri perkampungan di tepi Sungai Siak. Sepertinya masyarakat di sini masih menggunakan sungai ini sebagai sumber air utama. Sepanjang perjalanan saya sempat melihat sekelompok anak yang bermandi-mandi, di sisi lain ada pula yang menggunakannya untuk mencuci peralatan dapur.
- Wisata kuliner peranakan
Ini adalah program wisata perpanjangan dari Pekanbaru Heritage Walk, Pekanbaru Culinary Heritage Walk. Hari minggu pagi kami semua diajak berkeliling di area Pecinan yang masih memiliki bangunan-bangunan asli dari jaman dahulu. Sekitar 5 kedai makan dan kopi kami sambangi pagi itu. Percaya atau tidak, selama sejarah saya berwisata kuliner, ini kali kedua saya minum kopi dan sampai 2 gelas.Kedai pertama yang kami kunjungi adalah Kedai King dengan spesialisasi di Bubur Ayam dan Lontong Pecel. Bubur Ayamnya tak terlalu encer, masih berasa tekstur nasinya dan ada telur mentah di dasar mangkuk yang akan matang bersamaan dengan buburnya yang diaduk. Favorit saya di sini adalaha Lontong Pecelnya. Jadi seperti lontong sayur namun ditambah bumbu pecel (kacang) yang membuat kuahnya lebih gurih.Kedai kedua adalah Indah Ria dengan spesialisasi kwetiau dan es kopi susu. Kwetiau di Indah Ria menggunakan bahan tepung beras sehingga tekstur kwetiaunya tidak lengket satu sama lain. Lebih mudah dimakan dan bumbu-bumbunya bisa membaluri kwetiau dengan menyeluruh karena tidak ada kwetiau yang menempel satu sama lain. Saya bukan penggemar kopi, tapi saya langsung suka dengan es kopi susu dari Indah Ria. Kopinya tidak asam tapi masih kencang aromanya. Yang wajib dicoba di sini juga Bakpaonya.Ada beberapa isian tapi saya hanya mencoba yang berisi kelapa dan gula merah. Disantap selagi panas, tekstur bakpaonya lembut dengan isian yang gurih
Kedai ketiga, kami sedikit cooling down dengan tidak memakan makanan berat. Kedai Laris dengan kopi dan roti bakar sebagai menu jagoannya (roti tetap karbo juga bukan? :p)
Rotinya tidak seperti roti bakar pada umumnya yang tipis, tapi di sini dipotong tebal-tebal sehingga saat digigit masih terasa lembut rotinya. Rotinya pun dibuat simple, dibakar hanya dengan mentega dan taburan gula. Makannya bisa langsung atau dicelup lebih dahulu ke kopinya.
Di Kedai keempat, Millenium, kami disuguhi dengan mie ayam. Awalnya saya sempat bertanya, kenapa daging merah di atas mie lebih mirip dengan daging babi, tapi ternyata makanan di sini semua halal sehingga aman untuk siapapun. Kabarnya, produsen mie di sini hanya membuat mienya untuk Millenium sehingga tak ditemukan lagi tekstur mie seperti ini di tempat lain. Semangkuk mie dengan toppingnya biasa disajikan dengan kuah dan pangsit.
Di kedai kelima, untungnya kami sudah tidak disuguhi makanan lagi. Bisa-bisa pecah perut kami menampung makanan-makanan enak ini T_T. Di Tea House kami disuguhi Oolong tea untuk melunturkan lemak-lemak yang sudah kami timbun. Di sini menjual berbagai jenis teh dalam kemasan untuk dijadikan oleh-oleh. Perlengkapan untuk minum teh dan pernak-pernik rumah beraroma klasik pun dijual di Tea House.
- Belanja oleh-oleh di Pasar Bawah
Jangan bayangkan pasar yang menjual sayuran dan daging ketika berkunjung ke Pasar Bawah yang letaknya dekat dengan Masjid Raya. Saya lebih menyebut pasar ini “Palu Gada- Apa Lu Mau Gua Ada” mulai dari perabot rumah tangga, barang elektronik bekas, pernak-pernik dan makanan ringan lokal pun yang berasal dari Malaysia atau Singapura juga dijual di sini. Yang seru adalah berbelanja makanan ringan dengan sistem kilo-an. Di lantai dasar Pasar Bawah, berkantong-kantong makanan ringan digelar begitu saja. Mulai dari keripik pedas hingga makanan ringan yang baru pernah saya lihat seperti Rendang Telur. Masing-masing dibanderol dari harga 15.000-an sampai 100.000-an. Jangan lupa juga untuk mencicipi Bolu Kamojo dengan aneka rasa, dari coklat hingga durian.
Merasa padat dengan itinerarynya?
Jangan sedih, ketika kita sudah menjalani, rasanya malah kurang. Apalagi saat berwisata kuliner di wilayah Pecinan dimana kedai-kedai berjajar sepanjang jalan, rasanya ingin mencicipi satu persatu. Lelah? Pastinya karena kita akan banyak berjalan kaki dalam Pekanbaru Heritage Walk, tapi pulang ke Fox Harris Hotel Pekanbaru rasanya lelah bisa teratasi dengan sekejap. Kamarnya nyaman dan luas dengan kasur yang tingkat keempukkannya pas. Yang saya suka pula adalah rooftop dari Fox Harris Hotel Pekanbaru dengan infinity pool semi indoor nya yang memiliki pemandangan Kota Pekanbaru dari ketinggian lantai 15. Lokasi hotelnya pun strategis di tengah pusat keramaian Jalan Riau sehingga mudah untuk menemukan mini market atau restoran dan café yang berjajar di sepanjang jalan Riau.
PS. Sepertinya ini postingan blog saya yang terpanjang, mau di penggal sayang, hitung-hitung saya berpikir lebih lama dan mengetik lebih lama untuk “membakar lemak” yang menumpuk setelah kembali dari Pekanbaru.
TERIMA KASIH FOX HARRIS HOTEL PEKANBARU – PEKANBARU HERITAGE WALK – SULTAN RESTO
oh nooo. enak banget kayaknya.. jadi pengenn…
pengen apa adlieeen
Bagus ya warna songket Pekanbaru, Kak Leo. Warnanya cerah dan sulaman bemang emasnya membuatnya jadi mewah
Iya mba evi, warna-warnany cerah jadi lebih kekinian hehe
Suasana melayu-nya kental banget.. Aku pernah ke Pekanbaru 3 hari, boro2 explore kayak gini, kerja jadi gak bisa jalan2. Btw, makanan melayu salah satu favorit gw..
Saya bersyukur sekali, atas tulisan dan potretan anda saya dapat bernostalgia dan dapat berimajinasi bagaimana dahulu kala diwaktu sejarah itu terjadi 🙂
salam hangat,
Zahra, Pekanbaru
Terima kasih untuk apresiasinya mba, semoga bermanfaat tulisan saya