Mari masuk…
Suaranya halus hampir tak terdengar, timbul tenggelam terbawa angin yang dihembuskan hutan jati di sekitar persimpuhannya.
Kemari…
Suaranya terdengar kembali namun wujudnya terhalang gapura besar. Gapura besar nan gagah yang keelokkannya tergerus oleh jajaran kendaraan roda dua yang singgah persis di pintu utamanya. Memang banyak yang ingin bertemu dengannya, sebagai salah satu yang tersohor di Bojonegoro. Alhasil saya harus menggunakan pintu kecil disamping untuk masuk ke kediamannya.
Silakan duduk…
Saya melintasi lapangan yang cukup luas mencari sumber suaranya. Beberapa orang hilir mudik mengitari persimpuhannya. Saya bisa melihat Ia bersemayam di tengah tumpukan batu yang diapit 4 candi kecil. Bergegas saya mendekatinya, mengagumi parasnya yang mengeliat diatas tumpukan batu.
Dengarkan ceritaku…
Mbah Kriyo Kusumo adalah “pencipta”ku. Aku hadir di dunia untuk membantu Mbah Kriyo Kusumo atau Mbah Supo membuat benda pusaka kerajaan Majapahit. Keris dan tombak adalah beberapa hasil karyaku dengan Mbah Supo. Tentunya andil Mbah Supo lebih besar, aku hanya membantu menempanya dengan panas.
Sesekali suaranya bergemertak saat angin berhembus kencang.
Untuk mendinginkan hasil tempaku, kawanku di ujung sana ikut membantu mendinginkan. Mbah Supo membawa hasil karyanya, menyerahkannya pada kawanku, untuk membanntu meredam panas hasil tempaanku. Kami bekerja sama membuat pusaka-pusaka kerajaan Majapahit hingga akhirnya Mbah Supo muksa…yaa seperti manusia-manusia sakti jaman dahulu, Mbah Supo, layaknya Mahapatih Gajahmada meninggalkan dunia bersama dengan raganya.
Baca juga lokasi wisata lain di Bojonegoro : Air terjun Kedung Peti
Tiba-tiba mendung tak bertepi di atas langit, tak lama berselang hujan langsung mengguyur ranah Bojonegoro. Saya bergegas lari, mencari perlindungan di candi-candi kecil. Saya sedikit gusar, apakah dia akan bergeming? Nyatanya hujan dan gelap justru membuat dirinya semakin nampak berwibawa.
Kau memang akan lebih mudah bertatap muka denganku saat gelap menari. Saat mendung seperti saat ini atau nanti saat surya beristirahat berganti jaga dengan rembulan. Orang-orang memang banyak berkunjung kerumahku, sekadar menjengukku atau bahkan berharap menemukan hasil karya Mbah Supo, aku dan temanku yang katanya masih tersembunyi di sekeliling rumahku. Aku hanya bisa berpesan untuk tetap berpegang pada Yang Maha Esa.
Terima kasih sudah berkunjung menjenguk aku. Jika boleh, sempatkanlah menyapa kawanku di ujung sana. Pamornya tertutup olehku, padahal dia juga berjasa sama besarnya dalam membantu Mbah Supo membuat pusaka.
Selekas hujan mereda, saya bergegas menyapa teman dia. Persemayamannya memang tak megah bahkan hampir menepi di hutan. Mbah Supo sudah memperhitungkan waktu, kapan harus ditempa dan kapan harus didinginkan oleh 2 sekawan ini. Tak banyak berujar, sang kawan ini hanya meletup kecil. Karena diamnya akhirnya saya pun tak ingin berlama-lama menganggunya. Saya bergegas pulang, berpamitan kepada 2 sekawan, Sang Api Abadi, Kahyangan Api dan kawannya, Sumur Blekuthuk.
Catatan C4ME :
1. Dari segi ilmiah, api abadi ini tercipta karena kandungan gas bumi di Bojonegoro yang tinggi.
2. Api abadi Bojonegoro/Api Kahyangan dibuka 24 jam.
3. Berlokasi di Desa Sendangharjo Kecamatan Ngasem.
4. Api abadi Bojonegoro/Api Kahyangan pernah dijadikan sumber pengambilan api saat PON tahun 2000
ini kayak Api Abadi di Sumenep Madura ia ??
Leo.. Aku semakin jatuh cinta sama tulisanmu. Bagus sekali penulisannya ini. ❤
Deg-degan pas awal kirain yang cetak miring ada horor-horor mistisnya, untung sampai akhir enggak nakutin, malah terkesan bersahabat. God writing, Le!
Akkkk di puji incesss bulan. Makasi kakak incess
Wah…hebat, selalu bikin aku tercengang kalau baca tulisan kamu, padahal jujur perginya bareng ke tempat ini, dan aku nggak ada ide buat nulis dengan gaya seperti ini, asik asik bacanya….
Hehehe makasi kooo, ayo kita ngulik gaya penulisan
Bagus tulisannya… sederhana dan mudah dipahami..iya 👏👏👏
Terima kasih 🙂
Wah, pengemasannya unik koh! Jarang-jarang ada travel blogger yang menggunakan sudut pandang orang pertama untuk sang obyek yang diceritakan. Diajak berfantasi nih, membayangkan sang api abadi berbicara di telinga 🙂
Makasi Nugi. Iseng2 aja biar yg nulis dan baca ga bosen 🙂
Kak, tulisanmu puitis sekali kak
Bikin minder, hehe
Oya, itu candi-candinya dibuat kemudian apa udah dari dulu kak?
*penasaran
Wahh, Kak Yofangga juga tulisannya keren banget. Diksinya juara. Candi itu baru kak, dulunya malah api itu dipager pake bambu aja. Skrg sudah dipercantik