Menanti Pagi di Desa Pinggan Bersama 3 Gunung

Jalan berbatu membangunkan saya dari lelap. Yang bisa saya lihat hanya pekat mengapit dan bias cahaya lampu kendaraan saya yang bersusah payah memecah kabut. Sesekali saya melintasi rumah atau mungkin toko yang terlihat serupa tanpa ada pendar lampu. Rupanya tak ubah kotak-kotak hitam yang bergeming. Pukul 03.30 dini hari, sudah satu setengah jam saya meninggalkan Kuta yang masih dirangkul sepi. Bergulir tak berkawan di lengangnya Kintamani. Bahkan 1 kantor polisi yang sempat saya singgahi pun hening tak berhuni. Sepertinya tak ada yang harus diwaspadai sehingga aparat lebih memilih terlelap terbuai dinginnya Kintamani.

Bangunan-bangunan yang hanya diterangi binar kecil kini tak lagi mengiringi laju saya. Hanya kelam dan jalanan yang saya rasakan makin menanjak dan makin sering berkelok. Tak banyak info yang saya dapat tentang Desa Pinggan. Adapun beberapa info yang didapat semuanya menyajikan informasi berbeda. Tentang rute, tentang akses pun tentang kondisi jalan. Tak ada yang bisa saya jadikan pegangan, hanya ada satu kesamaan, semuanya menyebutkan tentang pohon cinta yang sering dijadikan patokan para pemburu surya menantikan sang surya menggeliat dari balik barisan gunung, beranjak meninggalkan cakrawala merayapi mega.

Mengejar matahari terbit di Desa Pinggan Kintamani
Mengejar matahari terbit

Saya melambatkan laju kendaraan, hanya menerka-nerka di mana gerangan sang pohon cinta. Beruntung kabut sudah enggan bertengger di ketinggian saat ini. Meskipun masih tak bercahaya, siluet-siluet pohon bisa saya rasakan berlari kecil meninggalkan saya. Di salah satu ruas jalan saya sempat menangkap bayangan pohon yang berdiri di ujung bukit kecil, pongah menentang dingin yang menusuk. Entah sudah berapa lama pendingin saya matikan sejak jendela kendaraan saya turunkan demi mendapati pandangan yang lebih jelas akan sosok pohon cinta di tengah pekat malam. Yang membuat saya yakin, tak jauh dari siluet pohon terdapat pelataran yang cukup luas dan saung bambu. Tepat pukul 4 dini hari saya keluar dari kendaraan. Tak ada persiapan untuk menghalau dingin, saya hanya berselimutkan handuk mandi dari hotel yang menutupi selembar kaos tipis dan celana pendek. Namun entah mengapa saya menikmati dingin berkawan angkasa yang masih bertaburan bintang. Nyatanya saya bisa terlelap sejenak.

Matahari pagi di Desa Pinggan
Matahari pagi di Desa Pinggan

Pukul 5, langit di sebelah kiri saya bersemu merah. Tak lama ada 2 orang pemuda yang rupanya berprofesi sebagai fotografer mengucap salam sambil terus berjalan ke tanah lapang tak berumput dan menyalakan api unggun. Setidaknya saya semakin yakin kalau ini adalah benar salah satu titik di Desa Pinggan untuk menikmati surya beranjak dari lelapnya.

Lukisan pagi di Desa Pinggan Kintamani
Lukisan pagi Desa Pinggan

Sekeliling saya sepertinya mulai menanggalkan jubah kelamnya. Siluet kini berganti dengan wujud yang lebih bersahabat. Saya mulai bisa menikmati ilalang-ilalang yang tumbuh jangkung membatasi ujung tebing menampakan kabut menyemak 1300 meter di bawah. Pohon cinta mulai nampak ranting dan helai daunnya, yang ternyata hanya pohon liar biasa. Jauh di bawah sana, satu dua sorot lampu kendaraan mulai terlihat berlalu lalang menembus kabut. Di seberang saya menggeliat sosok Gunung Agung, Gunung Abang dan Gunung Batur berbaris rapi menemani saya menyambut pagi. Ketiganya bagai anak kecil yang berdiri saling adu berjingkat agar terlihat lebih tinggi dari lainnya. Paling rendah si Batur, disusul Abang lalu sang Agung yang paling tinggi.

Gunung Batur, Gunung Abang dan Gunung Agung
Gunung Batur, Gunung Abang dan Gunung Agung
Desa Pinggan Dari ketinggian 1300 Mdpl
Desa Pinggan Dari ketinggian 1300 Mdpl

Saya hanya bisa berdecak kagum saat bumi mulai menghangat. Satu sisi dari badan gunung-gunung mulai dirambati cahaya kuning menampakkan hutan di kaki gunung menyisakan puncak gersang berbatu. Lautan kabut yang menggantung rendah kini tak lagi putih sepenuhnya, menguning di beberapa sisi. Di sisi lainnya bahkan kabut sudah beranjak pergi menampilkan petak-petak entah sawah atau desa di bawah sana. Lama saya terpekur menikmati cahaya merangkak perlahan bak menyapu kabut. Hangatnya kini sudah tiba menerpa tubuh, namun sesekali angin dingin masih berhembus kadang kencang kadang perlahan membawa aroma embun pagi.

Pemandangan Desa Pinggan Kintamani
Pemandangan Desa Pinggan Kintamani
Kabut menutupi sebagian desa pinggan
Kabut menutupi sebagian Desa Pinggan

Saat beranjak pulang, pekat yang saya lewati ternyata petak-petak sawah dan perkebunan warga. Warga Desa Pinggan memang mayoritas petani. Mereka memanfaatkan udara sejuk untuk bercocok tanam sayur dan buah. Salah satunya adalah jeruk Kintamani.

Kehidupan Masyarakat di Desa Pinggan
Kehidupan Masyarakat di Desa Pinggan, bercocok tanam

Pukul 07.30 pagi saya beranjak meninggalkan pohon cinta di Desa Pinggan. Meskipun surya sudah bertahta di angkasa, Desa Pinggan tetap setia dengan sejuknya. Meninggalkan saung tempat saya terlelap sejenak berselimutkan handuk menanti surya menampakan hangatnya. Tak ada sesal terselip meskipun harus menembus malam, bergelung dengan handuk saat di terpa angin kencang di ketinggian. Terimakasih Batur, Abang dan Agung yang menemani saya sepanjang gelap hingga surya bersinar.

Pre Wedding di Desa Pinggan
Langit merekah

 

Catatan C4ME:

  1. Desa Pinggan berjarak 2 sampai 3 jam dari Kuta. (Disarankan menggunakan mobil)
  2. Terletak di wilayah Kintamani. Patokan selain pohon cinta adalah bangunan abu-abu yang berfungsi sebagai tempat penampungan air.
  3. Persiapkan bekal sarapan karena tidak ada warung di sekitar.
  4. Gunakan baju yang cukup nyaman. Kondisinya tidak terlalu dingin (16-20 derajat) namun saat ada angin berhembus cukup terasa dingin.
  5. Matahari muncul sekitar pukul 5-6 pagi tergantung bulan.
  6. Tipikal dataran tinggi, semakin siang umumnya cuaca malah mendung dan gunung tertutup kabut
Jalan jalan jeprat jepret di Desa Pinggan
Jalan jalan jeprat jepret di Desa Pinggan

Enterpreneur, Travel Blogger, Instagramer, Hotel & Resto Reviewer, Fuji Film User.
45 Responses
  1. Mas Edy Masrur

    Luar biasaaa viewnya. Jadi ngebayagin, gimana enaknya warga Desa Pinggan. Ga perlu jauh-jauh buat menikmati pesona seistimewa ini.

  2. nurul

    Kak leo pemandangan nya kueren,klau kesana paling saya ngak mau turn turun hehehe.
    Eh kak leo, foto mesranya ituloh jadi bikin baper…so romantisssss pakai bingit

    1. Anthony Leonard

      iya, enaknya disini berlama2. Tp kl siang cenderung mendung sih. Pasangan itu turis asing lagi prewed hehehe

  3. folkandtravel

    Oktober tahun lalu saya pernah mencoba meraih pagi di Pinggan, dan permasalahannya masih sama, tentang rute. Saya beriring-iringan dengan truk-truk pengangkut pasir dengan rute yang sangat sulit. Dan pada akhirnya saya menyerah, tapi pagi di Kintamani cukup menghangatkan hati hehehe. Keren bang Leo!

  4. Liza

    Pemandangannya seakan-akan kita berada di atas awan ya kak, keren banget. mengingatkanku akan kampung halaman di Tangse. iiih, kebanyang pasti dingin banget

  5. Matius Teguh Nugroho

    Aaaaaaaaakkk mau banget ke Desa Pinggan! Mau nginep di sini 3 hari. Pemandangannya cakep banget tanpa harus susah payah mendaki-daki.

    Terus koh, aku suka banget oaragraf pembuka kamu. Rimanya dapet banget.

  6. Normas Andi

    Wih keren… sayang harus bangun pagi2 banget buat menikmati pemandangan kayak gitu… hehehe…
    btw, kok pohon cintanya ga ada fotonya mas?

    1. Anthony Leonard

      Hahaha iya harus subuh2 malah. Nah itulah krn pohon cintanya hanya pohon biasa, ga ada yg spesial haha

  7. Ariefpokto

    Wow pemandangannya bagus banget ! Baru tau soal daerah Pinggan ini. Adem banget kayaknya ya. Great photos Man !

  8. Evi

    Gunungnya romantis , kabut pagi dengan sinar mentari yang baru menguap puitis, ada pohon cinta pula di sana. Jadi tak heran ya Ada sepasang kekasih dengan balutan baju atau gaun pengantin yang mengambil foto pre-wedding di sana. Hasilnya pasti menakjubkan. Perjalanan subuh yang berbalut handuk hotel doang di udara yang dingin terbayar sudah, ya Kak

  9. indri juwono

    hmm, harus pagi-pagi terus petunjuknya nggak jelas pula, huwaaa mesti penuh jiwa petualangan tuh supaya nggak sebel-sebel sendiri karena nggak ketemu. nanti ke sini juga ahh..

    1. Anthony Leonard

      Selama masih dibawah jam 7, masih aman kak krn kynya mereka belum pd bangun. Soalnya pas kita pergi, ada yang lagi prewed dimintai uang

  10. Dee - HDR

    Pemandangannya indah banget 🙂 Rekomendasi hotel terdekat untuk menuju ke lokasi wisata ini apa namanya mas?

  11. Bara Anggara

    duh hrs pagi2 bgt, klo gk tau jln malah bisa telat momennya.. amannya nginep di rmh pnduduk atau nenda x ya.. tp klo udh dpt momenya, uuuh cantik bgttttt..

    -Traveler Paruh Waktu

    1. Anthony Leonard

      Dari wilayah Kuta, jam 3an sebenernya aman koq…krn kayanya di sana tidak ada dan tidak diijinkan utk nenda

  12. tatakata

    keren bgt pemandangannya, baru tahu kalau ada tempat seindah ini di Bali. Kapan2 kalau ke Bali pengen nyoba liat sunrise disini ah

Leave a Reply