Wajah-wajah berpeluh menepi mencari sandaran di Kuli Lord Murugan di Batu Caves Kuala Lumpur. Mereka bersandar sekenanya di tepian tangga tak mempedulikan kehadiran monyet-monyet berekor panjang. Saya yakin jika dalam kondisi segar, mereka pasti akan berteriak sambil beringsut menjauh. Lain ceritanya kali ini, mereka sudah terlalu lelah untuk berteriak dan memang monyet-monyet itu cukup mengerti untuk tidak menganggu.
Kali ketiga saya kembali ke Batu Caves, kali kedua saya meniti satu persatu 270 anak tangga menuju katedral di puncak bukit kapur. 6 tahun lalu saya terlalu sibuk mengagumi keindahan Lord Murugan, Patung Dewa Hindu tertinggi di dunia. Lord Murugan setinggi 43 meter berdiri bersisian dengan ratusan anak tangga yang mengantar menuju katedral di ketinggian 100 meter. Tak butuh waktu lama untuk saya mencapai puncak Batu Caves. Fragmen kisah dewa dewi dalam wujud patung yang diterangi lampu warna-warni dan kuil di perut Batu Caves dengan patung dewa dewi aneka warna sebagai penghias atap kuil yang diterangi sinar matahari yang menerobos masuk dari lubang menganga di puncak kubah katedral bagi saya adalah pemandangan baru yang sangat menarik.
3 tahun lalu saya hanya menikmati megah Lord Murugan dari pelataran, menyeruput es kelapa di warung-warung yang kini bermekaran bersama ratusan burung dara yang bebas hilir mudik mengharap kebaikan hati turis-turis yang menebar makanan burung.
Kali ketiga saya kembali ke Batu Caves, antusiasme tak lagi membayangi saya untuk segera mencapai puncak. Saya memilih menikmati langkah demi langkah, menikmati tingkah polah penikmat Batu Caves. Satu keluarga India, sang Ibu memakai Sari berwarna merah muda menyala berjalan mantap membawa 1 kendi susu, mungkin untuk persembahan kepada Sang Maha. Pasangan berkulit putih merona diterpa panas matahari bergandeng tangan mesra saling menguatkan, bukan lelah yang mengganjal tapi panas menyengat yang mereka hiraukan. Segerombol ibu-ibu sebagian menghela napas mengiba melanjutkan perjalanan, sebagian lainnya memancarkan raut penyesalan sambil bersandar pada tepian tangga. Tak lagi peduli pada gerombolan monyet yang sibuk menggaruk area pribadinya. Kebanyakan pengunjung sibuk mengabadikan gambar tanpa peduli lalu lalang orang yang turun dan naik.
Sesampainya di puncak aroma yang sama masih menyambut saya, antara pesing pembuangan dari kelelawar atau manusia, sampah juga banyak berserakan disamping toko penjual minuman dingin. Mungkin banyaknya pengunjung membuat kebersihan di area kuil kurang terjaga. Luasnya katedral masih sanggup memukau saya hanya beberapa patung dewa dewi yang disinari lampu warna-warni tak lagi mengisi relung dinding batu kapur. Tak tahu apa penyebabnya. Katedral yang luas terasa muram, menyisakan kuil yang berada tepat di bawah siraman matahari.
Tak elok rasanya jika berkunjung ke Kuala Lumpur tidak menengok kemegahan Lord Murugan meskipun panas menyengat. Mengukur kemampuan diri menjajaki satu persatu anak tangga meskipun tangga disesaki berbagai tingkah polah manusia. Mengagumi katedral di dalam perut bukit kapur Batu Caves meskipun warnanya kini muram berjejalan sampah.
Akankah saya kembali untuk ke empat kalinya? Mungkin untuk menyaksikan Hari Thaipusam, hari penghormatan kepada Lord Murugan. Atau mungkin untuk menjelajah Dark Caves?
Catatan C4ME :
1. Berpakaian sopan, untuk wanita yang mengenakan celana pendek wajib menyewa kain
2. Batu Caves paling mudah dikunjungi dengan menggunakan kereta, karena ada stasiun kereta Batu Caves tepat di sampingnya
3. Hindari mengunjungi Batu Caves saat tengah hari karena wilayah yang sangat kering dan panas
Sering banget liat tempat ini di internet, kagum sama patung murugannya
Salam kenal Mas Doli, terima kasih sdh mampir di blog saya
wah kakak udah 3 kali ke sana, aku malah belum sama sekali, jadi harus seperti 6 tahun yang lalu ya Kak…
Harus koh, secepatnya sampe ke puncak Batu Caves
Baru ke Batu Caves kemarin, tapi cuma buat main game, ga ada waktu buat halan2 eksplor
Mau naik ke atasnya ga kak kalo ada kesempatan kesini lagi?
ternyata bagus juga ya di dalam gua nya, tak kirain kalau yg terkenal selama itu cuma patung nya yg besar itu aja tp ternyata banyak juga spot-spot yg instagramable disekitarnya
Seingat saya dulu lebih bagus dengan lampu warna warni, skrg lebih kotor sih