Tjong A Fie, dimaklumi jika kita yang tinggal di luar kota Medan tidak begitu familiar dengan nama tokoh tersebut.
Singkatnya, Tjong A Fie dan kota Medan adalah “Cerita Sejarah” yang tidak dapat dipisahkan.
Beliau dihormati di Kota Medan bukan hanya karena harta, tetapi kepintaran, pergaulan dan sifat dermawannya yang banyak memberikan sumbangsih kepada masyarakat dan pembangunan kota Medan.
Tjong A Fie dilahirkan pada tahun 1860 di desa Sungkow daerah Moyan, Tiongkok. Pada usia 18 tahun beliau merantau ke Hindia Belanda hanya dengan 10 perak uang Manchu (entah berapa jika dikurskan dengan mata uang jaman sekarang, tapi saya yakin pasti jumlahnya sedikit).
Karena sosoknya yang ulet, tangguh, jujur dan mudah bergaul, beliau “terkenal” bukan hanya di masyarakat Tionghoa tetapi juga di kalangan masyarakat India, Melayu, Arab, dan Meneer-Meneer Belanda.
Di Kota Medan pula, Beliau memiliki kedekatan dengan Sultan Deli yang mengangkat beliau sebagai orang kepercayaan dalam menangani urusan bisnis.
Di kota Medan, Tjong A Fie berhasil membangun usaha perkebunan sawit, pabrik gula, dan perusahaan kereta api yang menyerap ribuan tenaga kerja. Sepertinya tokoh seperti Tjong A Fie ini sangat dibutuhkan di saat sekarang, yang lebih mementingkan rakyat daripada menggelembungkan kantong sendiri.
Tanggal 18 Juni 2009, memperingati 150 tahun wafatnya beliau, Tjong A Fie Mansion dibuka untuk umum sebagai usaha untuk melestarikan sejarah.
Saat ini Mansion tersebut masih dihuni oleh keluarga dari Tjong A Fie, jadi memang di beberapa lokasi tidak dibuka untuk umum. Tidak usah takut tersesat salah masuk ke kamar yang masih di huni, karena jika masuk ke Mansion ini harus menggunakan jasa pemandu.
Dengan harga Rp 50.000,- (waktu kunjungan 2014), saya rasa wajar dengan pengetahuan sejarah dan mengingat tidak mudahnya merawat benda-benda dari jaman dahulu. Sekedar info, SLR dan video camera tidak diijinkan untuk masuk ke dalam, harus menggunakan izin khusus untuk mengambil gambar dengan gadget profesional.
Memasuki Tjong A Fie Mansion, serasa masuk ke dalam mesin waktu. Kita ditarik mundur ke tahun 1900-an. Semua furniture yang ada disini adalah asli peninggalan dari keluarga Tjong A Fie terdahulu. Bangunan berbentuk simetris ini (adaptasi dari Tionghoa) memiliki campuran beberapa budaya seperti Tionghoa , Melayu (dengan warna kuning) dan Eropa (adanya ballroom dansa di lantai 2)
Keunikan Mansion ini adalah memiliki 4 ruang tamu. Pertama adalah Dutch Lounge Room untuk menyambut Mr & Mrs Bule. Kedua adalah Deli Lounge Room (terdengar seperti cafe mahal ya?), tempat menyambut Sultan Deli Makmun Al Rasjid. Yang ketiga untuk menerima orang-orang Tionghoa. Sedangkan ruang tamu keempat sebagai Ruang Tamu Utama untuk menerima masyarakat umum.
Selain dapur, ruang makan keluarga, ruang keluarga, kamar anak, Kamar Utama Tjong A Fie pun bisa kita singgahi, selain sebagai ruang istirahat juga digunakan sebagai tempat kerja beliau.
Memang agak sedikit spooky dengan pencahayaan remang kekuningan, tapi justru unsur mistis itu pula yang kadang menarik pengunjung. Daerah yang tidak boleh kita dokumentasikan adalah pada bagian Altar, dilantai 1 dan lantai 2 sama-sama memiliki altar untuk sembahyang kepada leluhur, baiknya kita hormati peraturan ini daripada ada arwah leluhur yang minta “ikut” jalan-jalan sama kita, repot kan??
Mansion Tjong A Fie ini menjadi satu kesatuan wisata sejarah yang wajib dikunjungi di Kota Medan, selain Istana Maimun dan Masjid Raya Al Mahsun. Karena nyatanya memang 3 bangunan bersejarah ini saling berkaitan dan memegang peranan penting dalam sejarah kota Medan.
oh sekarang bayar ya masuk nya, waktu ke sana aku masih gratis sih…
Yup, bayar, cukup mahal tapi sepadan kayanya