Teriakan Allahu Akbar berkali-kali berkumandang bercampur kalut saat saya menatap layar kaca di hari
Minggu pagi. Rekaman video amatir yang diputar berulang kali menggambarkan betapa dahsyatnya sapu gelombang yang tumpah menggenangi Serambi Mekkah. Minggu pagi yang tenang sehari selepas Natal seketika menjadi pagi yang mencekam. Saya berada jauh di Ibukota saat masyarakat Aceh luluh lantak tersapu gelombang tsunami namun teriakan Allah maha besar yang bersahutan dengan jerit dan tangis ketakutan yang tergambar di layar kaca mampu menggiring saya merasakan duka dan putus asa di sana.
12 tahun berlalu, kini wajah Aceh telah berubah. Berubah dalam artian sesungguhnya secara geografis. Wilayah yang tadinya perairan kini berganti menjadi daratan. Pun sebaliknya dengan daratan yang terkikis kini menjadi perairan. 12 tahun berselang saya baru berkesempatan untuk mengunjungi Aceh, salah satu wilayah yang sangat ingin saya kunjungi. Selain karena Pulau Weh dengan titik 0 kilometernya, tentunya untuk mengenang kejadian 26 Desember 2004 lalu.
Aceh luluh lantak |
ini kejadian yang tidak akan terlupakan untuk indonesia… musibah yang sangat amat luar biasa terjadi saat itu… sedih kalo dikenang kenang lagi 🙁
Tanpa bermaksud membuka luka lagi mas, tapi memang situs2 ini ditujukan untuk mengingatkan manusia ttg Yang Maha Kuasa dan ngambil positifnya dari musibah yang terjadi 🙂
terima kasih sudah berkunjung ke blog saya
Saya baru kemaren sampai ke sini mas.
PLTD nya buka ga mas?
saya merinding tuh waktu masuk museum tsunami di bagian yang tercantum nama2 korban..
Terharu, sedih, ngeri, semuanya bercampur jadi satu
Betul mba, saya juga
keren mas, saya ingin yang ke museum aceh, supaya bisa ikut merasakan dan dapatkan hikmah dari kejadian di tsunami kemarin. keren, kalau tak lihat dari foto yg mas hasilkan
Terima kasih mas sandi. Emang keren banget ni museumnya. Kalo ke Aceh wajib kesini