Buai lembut gelombang dan semilir angin pantai memaksa saya membuka mata. Lelah masih enggan beranjak pergi. 14 jam yang lalu saya masih terdampar di hiruk pikuk jantung ibukota. Hampir 12 jam perjalanan menuju Pulau Peucang, Taman Nasional Ujung Kulon.
Perjalanan darat menembus padat ibukota hingga jalan penuh lubang untuk mencapai Pelabuhan Sumur, belum lagi 3 jam berteman dengan samudera yang kurang bersahabat selama perjalanan dari Pelabuhan Sumur menuju Pulau Peucang.
Samudera biru jernih perlahan menghapus rasa lelah. Semakin mendekati dermaga, dasar laut tak berkarang hanya pasir putih sebagai alasnya memungkinkan saya untuk melihat gerombolan ikan berlalu lalang. Tak sabar untuk segera membenamkan kaki di lembutnya pantai pasir putih ini, berharap sisa lelah hanyut terbawa ombak yang menyapu.
Pulau warisan dunia ini benar-benar mempersiapkan penyambutan untuk para pelancong. Kawanan monyet ekor panjang terlihat lalu lalang di selasar dermaga. Beberapa bahkan bertengger di pinggir besi dermaga, mengamati tamu-tamu yang datang.
Saya hafal betul dengan keusilan monyet-monyet ini. Meninggalkan “panitia penyambutan”, sekawanan babi hutan melintas tepat selangkah kaki di depan kami. Menunduk, mengendus pasir pantai seakan melakukan kirab tanpa mempedulikan kehadiran manusia-manusia kota.
Sementara kami dibuat takjub oleh polah acuh kawanan babi ini. Kirab berlalu, sekawanan rusa berlarian di tengah lapangan rumput layaknya puncak tari penyambutan untuk para pelancong.
Di Pulau Peucang ini hanya terdapat 1 resort dengan 3 tipe kamar. Ketiganya berupa rumah panggung dengan tembikar sebagai dinding. Kami cukup beruntung mendapatkan kamar dengan nama Soeharto’s Room di bangunan resort tipe Fauna.
Ya, keluarga mantan petinggi Indonesia ini sering meneroka alam bersama keluarganya di pulau ini. Tak heran terdapat landasan heli di tengah padang rumput. Kamar yang memang digunakan oleh Pak Harto ini memiliki kamar mandi dalam. Dahulu terdapat pintu tembus menuju ke kamar sebelah, kamar pengawal sang petinggi negara namun sekarang pintunya sudah ditutup dengan dinding tembikar.
Rasa penasaran berhasil mengindahkan rasa lelah saya. Pulau seluas 450 hektar yang seluruhnya merupakan hutan ini terlalu menarik untuk tidak dijelajahi. Selepas beristirahat, kami melangkah menembus hutan menuju sisi lain pulau.
Hutan hujan tropis ini dihuni oleh rusa, monyet, babi hutan, biawak, merak dan ular piton sebagai puncak rantai makanan. Kami memang tidak sempat bertemu dengan Piton, namun kami sempat berpapasan dengan penghuni lainnya.
Ada nikmat yang tak dapat dielakkan saat berjalan di antara barisan pohon yang menghujam bumi. Satwa-satwa menoleh sebelum menjauh masuk ke pekatnya hutan. Gemerisik daun dan suara penghuni hutan di kejauhan bagai denting dawai yang dialunkan sang Pemilik Semesta.
Satu jam kami menyusur pekat hutan Pulau Peucang hingga tiba di Karang Copong, tempat terbaik untuk menyaksikan surya bergulir di balik cakrawala. Masih terlalu dini saat itu dan kami memang tidak berbekal dengan penerangan untuk menembus hutan saat gelap.
Kami cukup puas menyaksikan salah satu atraksi utama Pulau Peucang dari kejauhan. Air pasang menghadang kami untuk mendekat ke Karang Copong, gugusan karang dengan lubang di tengah sehingga di beri nama Copong.
Baca juga cerita saya lainnya tentang tempat wisata di Banten.
Menjelang malam, kawanan rusa, babi dan monyet semakin memadati lapangan rumput di depan penginapan. Paduan suara kawanan satwa ini akan meninabobokan pengunjung dengan dilatari debur ombak yang pecah di bibir pantai. Tak ada lagi lelah malam itu, yang ada hanya rasa damai saat jauh dari penat ibukota, berteman harmoni merdu alam di Pulau Peucang.
***
Catatan C4ME saat liburan ke Pulau Peucang:
- Rute menuju Pulau Peucang : Jakarta-Merak-Serang Timur-Pandeglang-Cibaliung-Pelabuhan Sumur
- Persiapkan fisik mengingat perjalanan yang cukup panjang
- Membawa senter untuk yang ingin melihat sunset di Karang Copong karena kondisi
jalan pulang akan gelap total menembus hutan - Kunci pintu saat meninggalkan kamar dan tidur (menghindari monyet yang masuk)
- Jaga tas dan isinya dengan baik (dompet, kamera) lagi-lagi untuk menghindari
keusilan monyet - Lampu/listrik hanya akan menyala saat pukul 18.00-06.00
- Hanya ada 1 penjual minuman dingin dan 1 resto milik Resort
Ampun deh perjalanan dari jakarta ke ujung kulon, lelahhh haha.
Disananya sih ga Berasa, begitu balik jakarta, 3 hari rentek semua badannya T_T
jadi pengen ke sana ,,, kereen pemandangannya
Pemandangan bagus, cuma perjalanan panjang yang melelahkan hehehe
Semoga akhir mei bisa kesini
padat merayap jadwal koh
wah seru ya tempatnya … pantainya keren .. dan binatang2 liar yang keluyuran menambah seru … kapan lagi bagi orang kota ketemu yang seperti ini
orang kota jadi norak begitu liat babi dan rusa seliweran hehe