“Ujian Hidup” Terberat Saat Melakukan Traveling

Saya termasuk orang yang tidak terlalu rewel untuk urusan makan ataupun tidur saat sedang traveling. Untuk makan, kering tanpa sayuran berkuah pun jadi. Jika sajian kurang membuat saya berselera pun pasti akan tetap saya makan walaupun porsinya setengah dari yang biasa saya ambil. Saya menyiasati dengan membawa cemilan yang sedikit berlimpah untuk mengatasi rasa lapar. Saat tidur, paling-paling hanya di awal saya butuh menyesuaikan dengan kondisi ruangan yang kurang sesuai dengan ‘standar’ saya. Syarat saya hanya satu, jauhkan saya dari tembok, karena tanpa sadar saya senang “nyempil” di tembok macam tokek raksaksa. Jadi saat harus menginap di homestay yang temboknya (maaf) sedikit kurang bersih atau berjamur, jauhkan saya dari godaan nempel tembok.

Membaca postingan dari kak Lenny tentang Shy Bowel Syndrome saya terkekeh sendiri. Ternyata ada teman sepenanggungan yang mempunyai masalah sama persis dengan saya. Di akhir postingannya, kak Lenny berharap she is not alone. Yes, you are not alone. Masalah kita sama masalah hajat pagi hari. Saya terkadang iri dengan teman-teman traveling saya yang dengan mudah dan lancarnya membuang hajat dimanapun saat sang hajat ingin hadir ke dunia. Saya pernah berhari-hari puasa, bukan puasa makan melainkan puasa buang hajat karena saat saya ingin melepaskan “ujian hidup” itu, lokasi, kondisi dan situasi harus memenuhi beberapa kriteria uji kelayakan agar sang hajat mau dikeluarkan.

1. Sepi dan Tenang

Sepertinya momen buang hajat saya
memang mirip dengan ujian akhir semester dimana kondisi ruangan harus sepi dan
tenang, sulitnya pun sama. Mau di kamar hotel bintang lima sekalipun, jika saat
saya hendak menyelesaikan “ujian hidup” ada orang lain di kamar
apalagi ada segerombol orang mengobrol dan bercanda, dijamin gak akan keluar itu hajat. Sepertinya
saya parno sendiri jika baunya akan tercium atau terdengar orkes bas betot.
Terlalu sopan? Bodoh mungkin, namanya kotoran kan pasti bau. Bunyi-bunyian? Wajarlah sedang di dalam toilet. Yang
tidak wajar saat sedang antri ATM lalu buang angin dan meninggalkan baunya di
bilik ATM yang kecil. Bagi-bagi rejeki.

Dulu saya sampai harus mengusir
orang-orang untuk keluar atau mengatur jadwal saat sarapan pagi saya akan makan
lebih cepat supaya bisa segera kembali ke kamar untuk menunaikan hajat. Bahkan
pernah suatu siang karena banyaknya orang di kamar, saya ngibrit ke fasilitas fitness
center
yang sepi hanya untuk ngebom.
Lain lagi saya pernah keliling 1 mall besar hanya untuk mendapatkan toilet yang
sepi. Sialnya, mall besar selalu punya 1 janitor yang bertugas di dalam toilet.
Whoopss

2. Bersih

Mungkin ini lebih umum dialami
semua orang. Toilet yang kotor akan menghambat pengeluaran hajat. Pastinya juga
terjadi kepada saya. Dulu saat bobot saya masih ringan, jangan harapkan saya
mau duduk di kloset di tempat umum. Dengan ilmu meringankan tubuh saya pasti
akan jongkok. Kini setelah badan membengkak, dan banyaknya gambar yang
memperlihatkan seseorang berdarah-darah karena toiletnya retak saat dia
berjongkok, saya harus tahu diri untuk duduk asal di toilet yang akan saya
gunakan harus memiliki tissue toilet untuk membersihkan dudukan sebelum saya
menghempaskan diri di sana.

NOOOO…. T_T

3. Terang

Toilet harus memiliki penerangan
yang memadai. Terutama saat tidak menginap di hotel. Jadi saat masuk toilet, pertama kali saya  pasti menginspeksi sudut-sudut. Dengan
penerangan yang memadai akan mudah mencari apakah ada kejanggalan atau penghuni lain yang bertengger di toilet misalnya kecoak. Saya tidak parno dengan
kecoak, tapi saya panik jika dalam kondisi setengah “terbuka” tanpa bawahan
tiba-tiba ada kecoa melintas.  Untuk urusan
kecoak, karena terlalu peka sepertinya saya bisa mencium bau keringat kecoa.
Pernah saya masuk satu toilet dan mungkin kecoa yang tinggal di sana baru saja
pulang fitness sehingga baunya lebih menusuk alhasil saya mengurungkan niat untuk
buang hajat dan benar saja saat teman saya masuk, dia keluar lagi mencari alat
pembasmi kecoak paling ampuh, sendal jepit.
 

Ohh Sh*t!!!

4. Layak

Bentuk kloset dan ruangan toilet
harus benar-benar layak. Lain cerita dengan villa atau hotel yang berkonsep outdoor bathroom, saya malah suka buang
hajat sambil mendengarkan suara angin menabuh daun-daun mencari gambaranmu
di waktu lalu
. Teman saya bisa dengan santainya buang hajat di pinggir
pantai Taman Nasional Ujung Genteng dengan menggali lubang di pinggir pantai
dan menimbunnya kembali. Saya??? Maaf hajat saya higienis.

Saat di Malaka, di salah satu
toliet yang cukup bersih dan terang, saat saya melihat wujud kloset yang unik
saya mengurungkan niat untuk buang hajat. Kenapa? Kloset jongkoknya bersih,
namun bentuknya berupa mangkok almunium besar dengan lubang kecil ditengahnya
tanpa ada genangan air. Lalu dalam keadaan jongkok dan terdesak mules, apakah
saya harus membidik dengan tepat agar bisa masuk lubang langsung tanpa residu nempel
di kanan kiri wadah almunium itu? Jangan dibayangin!!!!
Best place on earth

4 uji kelayakan di atas harus
memenuhi standar nilai diatas 80, kalau tidak, dijamin saya tidak akan mampu menunaikan
tugas saya yang satu itu. Berat memang, entah ini yang manja saya atau hajatnya.
Dulu saat roadtrip di Jawa Timur,
hampir 4 hari saya tidak buang hajat karena tidak menemukan lokasi yang
memenuhi 4 kriteria ideal untuk buang hajat. Hari kelima kami masuk hotel berbintang (akhirnya) dan memerintahkan teman sekamar saya untuk menunggu di lobby hingga saya selesai berhajat.

Untungnya saya lebih sering
traveling dengan teman-teman yang sudah tau situasi dan kondisi saya. Mereka
sadar betul kalau tiba-tiba saya crancky
dan mengusir mereka keluar kamar, bukan semata saya marah melainkan karena saya
harus buang hajat, karena jika saya tahan bisa-bisa hasrat itu menghilang hingga keesokan harinya (do what u have to do now). Mereka yang mengingatkan saya untuk banyak minum dan makan
buah agar mempermudah keluarnya hajat. Mereka yang di hari ketiga akan bertanya
“udah poop blom?” Lalu terbahak-bahak jika saya menjawab belum.

Catatan C4ME :

1. Sebenarnya tidak dianjurkan
menahan hajat terlalu lama karena akan menjadi racun bagi tubuh

2. Cukup minum dan serat akan
mempermudah pelepasan, namun jika kondisinya seperti saya yang memiliki banyak
kriteria sebelum melepas hajat….ya terima saja beberapa hari menggemban ujian
hidup

3. Terima kasih untuk Kak Lenny
yang telah membuat postingan serupa dan memberanikan saya untuk membuat tulisan
yang sama sebagai sesama traveler dengan nasib yang sama.

4. Maafkan tulisan tak penting
ini. Membahas susah poop saja sampai
1000 kata (tidak percaya, hitung sendiri)

Enterpreneur, Travel Blogger, Instagramer, Hotel & Resto Reviewer, Fuji Film User.
8 Responses
  1. danan wahyu

    semenjak travelling harus bisa ngebom dimana aja termasuk meditasi (memusatkan pikiran) gua harus bisa ngebom kapan. ini penting banget sih…
    dan dapat ilmu dari seorang emak2 yang bisa ngebom dimana aja dengan modal kan bali, sekop plastik dan tisu basah.

    pengalaman paling buruk sih datang ke negara yang punya keykinan bahwa flush wc itu akan buang rejeki. jadi kebayang hampir semua wc umum ada lele ngambang

    1. Anthony Leonard

      Ajarin meditasi untuk ngebom donk kak D. Ga kebayang kalo harus pup trus udah ada lele ngambang T_T

  2. Lenny Lim

    wkwkwk kak leo aku senang bisa jadi inspirasimu LOL sepertinya ini harus ad postingan lanjut kenapa "kelainan" macam ini bisa terjadi hahah tapi aku emang ga rutin poop tiap hari kak leo jadinya dalam satu trip bs poop sekali aja udah bagus banget :p

  3. Babang Travengler

    Babang kalo traveling sebisa mungkin pup di hotel pagi-pagi biar gak antri plus lanjar jaya. kadang pup di luar atau mall kadang pake tisu doang, gak ada air buat cebox ?

Leave a Reply