Matahari merambat meninggi perlahan saat kami melintasi gerbang Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango. Kabut tipis mengambang perlahan-lahan tersibak hangatnya sinar mentari. Baru pukul 8 pagi itu namun matahari seperti tak sabar menunaikan tugasnya. Terpampang di depan kami peta Taman Nasional lengkap dengan jarak tempuh ke masing-masing lokasi. Curug Sawer tujuan kami, tertuliskan berjarak 2 Km dari pintu gerbang.
Menarik pikir kami, apalagi bapak pengawas meyakinkan kami untuk mencoba rute trekking menuju Curug Sawer. Menembus hutan, jika beruntung siapa tahu kami bisa berpapasan dengan keluarga primata yang masih menghuni Taman Nasional.
Baca juga artikel tentang air terjun atau wisata di Sukabumi lainnya.
Sepanjang perjalanan kami tak menemui pengunjung lain yang melintas, memang hanya ada 1 jalan setapak untuk dilalui sehingga tidak akan tersesat jika tetap pada jalan setapak. Semakin menjauh dari gerbang, barisan pohon di kanan kiri seakan saling menautkan lengannya. Sinar mentari hanya dapat menembus dari sela-sela dedaunan yang menyingkir saat angin berhembus.
Nyanyian alam mulai mengiringi langkah kami. Burung, serangga, teriakan hewan yang kami duga sejenis primata bersahutan mengisi sepinya pagi. Di satu bagian hutan yang cukup teduh kami memutuskan untuk menikmati alunan merdu peghuni hutan sambil mengatur napas.
Pepohonan besar menaungi seraya merapatkan punggung kami di batang pohon sambil menikmati hembusan angin yang membawa serta aroma tanah basah. Hanya satu yang menganggu saya, di setiap batang pohon tertancap paku tanpa ada papan peringatan yang tertinggal. Hanya paku yang tertancap, tindakan vandalis pikir saya.

Selepas hutan ini, rute yang kami lalui tak lagi landai. Kami harus menuruni tangga batu. Tak ada lagi pepohonan yang menaungi kami, sepertinya kami menyusur lekuk tebing. Seorang bapak yang memainkan seruling bambu di salah satu saung untuk beristirahat menyemangati kami, “ayo mas, setengah perjalanan lagi menuju curug”.

Hampir 1 jam perjalanan hingga kami menemukan aliran sungai dan bunyi gemuruh air. Kami berjalanan menyusuri aliran sungai menuju sumber suara gemuruh sambil sesekali mencoba mencelupkan kaki ke aliran sungai yang ternyata dingin luar biasa.
Menurut pedagang di sekitar lokasi curug, suhu air di sini mencapai 10 derajat. Meskipun matahari bersinar terik masih tak mampu menghangatkan aliran sungai dari Curug Sawer. Jatuh dari ketinggian 30 meter hempasan air Curug Sawer menciptakan buih-buih air yang membasahi pengunjung. Dari sinilah penamaan Curug Sawer berasal.
Namun tak sedikit penduduk setempat yang mengatakan bahwa Sawer dinamakan karena di desa sekitar sering diadakan pertunjukan tari dengan saweran kepada sang penari. Maka dari itu muncullah nama Curug Sawer.

Perjalanan pulang kami memutuskan untuk menempuh jalur lain, dan memang untuk menghemat tenaga, kami menggunakan jasa ojek yang akan mengantar kami kembali ke pintu gerbang Taman Nasional. Rute ojek buat kami ternyata lebih menantang dibanding saat trekking menuju Curug Sawer.
Jalan yang hanya selebar badan tanpa berbatas apapun dengan jurang di sisi kanan bahu sepertinya lebih menegangkan dibanding berjalan menembus hutan. Namun saya salut dengan kemampuan pengemudi ojek yang bisa berkonsentrasi berkendara sambil bercerita tentang Curug Sawer.
[quads id=4]

“Di sini dulu angker mas, karena ngak banyak orang tahu tentang curug ini. Ditambah lagi curug ini dikelilingi hutan lebat. Di curug ini juga sekarang dilarang mandi mas, karena banyak yang meninggal tersedot pusaran curug…mungkin curugnya minta tumbal Mas”, ujar sang pengojek sambil menyeringai terkekeh.
Mendengar cerita yang mulai mistis, tiba-tiba saya teringat tentang pohon-pohon berpaku tempat kami bersandar di tengah hutan. Mendapatkan jawaban pengemudi ojek yang entah benar tidaknya saya hanya bisa terdiam sepanjang sisa perjalanan.

” Ohhh kalau pohon ada pakunya, tandanya di sana ada kuntilanak Mas. Sengaja dipaku biar mereka ga menganggu dan lari-lari dari pohon tempat tinggalnya”
Baca juga: Melihat Situgunung Mengering Saat Kemarau Panjang
***
Catatan C4ME saat mengunjungi Curug Sawer:
- Pergunakan alas kaki yang nyaman karena licin di beberapa titik
- Mengingat tempat yang masih angker, ada baiknya untuk menjaga sikap dan omongan
- Jangan berenang terlalu dekat dengan curug. Di bagian bawah ada aliran sungai yang aman untuk berendam
- Ongkos ojek berkisar Rp 30.000 – 40.000,- untuk mengantar dari lokasi curug ke pintu gerbang (Note. harga saat mengunjungi tahun 2016, belum update, mungkin ada perubahan harga saat ini)

Wahh.. sering ke cibodas tapi belum pernah ke curug yang satu ini..
nife info gan!
Ayo mba, trekingnya enak, air curugnya dingin banget 😀
Menegangkan juga ya perjalanan menuju curug ini!
Seru-seru sedap deh mba :p
Ke sini lagi yuuuks. Aku mau ikutaaan
Yukkkksss
kak Eka ajakin aku juga donk…masak cuma Leo aja hehe
Brangkat koooh