“300 meter menuju pantai Suwehan”
Papan lusuh teronggok di samping bangunan megah pura Puseh yang terkunci rapat. Ahh kecil…pikir saya, 300 meter tak akan terlalu menyulitkan. Paling saya hanya akan berhadapan dengan ratusan anak tangga seperti saat menuruni Pantai Gunung Payung. Untaian anak tangga mulai berbaris rapi di muka. Pepohonan menghijau menyemak di atas kepala. Keadaan yang membuat saya semakin pongah menyepelekan Suwehan, pantai tersembunyi di Nusa Penida.
Tangga beton yang berbaris rapi sekejap sudah tergantikan dengan batu tebing berundak. Saya masih mengindahkan batu cadas yang mencuat di sisi kanan saya. Sementara di sisi kiri saya hanya ada hijau pepohonan tak beralas. Jalan selebar 2 telapak kaki berjajar yang tak berpengaman di sisi kiri saya.
Tak lama berselang seorang kawan menghentikan jalan kami. Sepertinya ia harus menyerah di awal perjalanan. Mungkin instingnya yang berkata untuk menyudahi perjalanannya. Namun tak ingin mengecilkan hati kami, ia hanya berujar bahwa punggungnya tak akan cukup kuat untuk menopangnya kembali ke atas nanti dengan kondisi jalan yang cukup mengerikan.
Dua dari kawan saya akhirnya mengaku “kalah” terhadap Suwehan, menyisakan saya dan seorang kawan melanjutkan “pertarungan” kami.
Keadaan memang semakin menyulitkan untuk kami. Kami tak lagi berjalan tegak. Jalan kami bukan lagi tangga atau batu berundak. Di hadapan kami hanya ada batuan tebing yang mencuat tak tentu arah. Permukaannya yang kasar menjadikannya semakin sulit untuk mencari pegangan yang aman dan nyaman.
Kami harus merayap duduk untuk menjangkau satu cerukan batu ke cerukan batu yang lain. Jalan yang kami tempuh sepertinya bukan jalan yang umum dilalui manusia. Tapi tak ada jalan lain kami temui disekitar. Ragu sempat menyergap saya, namun kawan saya berujar, sepertinya kita sudah setengah perjalanan, di bawah sana terlihat tanah datar.
Saya cukup bersemangat ketika melihat tanah datar beberapa meter di bawah kami. Ingin segera lepas dari siksa batuan nan tajam yang menggores lengan, kaki dan punggung. Persis setengah perjalanan, kami memang menemukan permukaan datar tapi bukan akhir dari perjuangan kami menuju Suwehan. Alih-alih beristirahat, kami malah ingin segera beranjak dari tempat ini. Terkaan saya, kami kini berada di tengah-tengah badan tebing.
Di bagian tengah ini terdapat sekitar 4 kolam mata air dengan larangan mandi di setiap kolamnya. Airnya tenang tak beriak ditingkahi dengan kondisi pepohonan yang entah mengapa terasa lebih pekat malah menaburkan aura yang menyengkak.
Bergegas kami meninggalkan kolam mata air, dan nyatanya jalan yang menyambut di depan kami lebih parah dari sebelumnya. Kami mau tak mau harus lebih intim dengan dinding tebing di sisa perjalanan kami. Kondisinya yang hampir tegak lurus memang membuat perjalanan menjadi lebih singkat. Debur ombak semakin nyaring terdengar, aroma tanah basah pun berangsur mereda tergantikan segar udara pantai. Di ujung tebing, sekitar 5 meter menjejak pasir, kami harus bergelantung pada seutas tali tambang merayap turun.
Pantai Suwehan, pantai tersembunyi di Nusa Penida yang siang itu tak berhuni sama sekali. Saya dan kawan adalah pengunjung satu-satunya yang melesakkan kaki di pasir Suwehan yang terasa sangat lembut. Kami berjalan menuju ikon dari Suwehan. Batu segitiga yang mencuat dari tengah laut.
Perjalanan kami menuruni tebing Suwehan sepertinya sebanding dengan kondisi Pantai Suwehan yang jauh dari hiruk pikuk. Serasa memiliki pantai pribadi. Pasirnya benar-benar putih dan lembut. Sepertinya memang jarang terinjak-injak oleh pendatang. Tak ada seonggok sampahpun di sekitaran pantai. Airnya benar-benar jernih walaupun tak berterumbu. Hanya saja memang harus berhati-hati mengawasi ombak dan dianjurkan untuk tidak berenang terlampau tengah.
Kami memutuskan untuk kembali ketika ombak menjilat semakin jauh ke tepi. Di tebing di belakang kami memang tertera tanda garis air kerap kali membanjiri pantai ini hingga tak bertepi. Perjalanan kembali kami memang saya rasakan 2 kali lebih menyulitkan. Ini sudah menjadi wall climbing, bukan lagi trekking. Tanpa pengaman apapun, kami saling bantu dengan mendorong dan menarik tubuh satu sama lain. Kami berusaha mencari pijakan yang kuat sebelum saling bantu.
Setiba di atas kami hanya disambut seringai mengejek dari 2 kawan yang mengurungkan niatnya menuruni tebing Suwehan. Saya tak menyesali pengalaman di Suwehan. Pertama kali dalam perjalanan saya harus menuruni tebing tanpa pengaman apapun. Setidaknya saya punya pengalaman yang mungkin tak banyak orang mau bersusah payah hanya untuk mengunjungi satu pantai.
***
Catatan C4ME :
- Pantai Suwehan terletak di Desa Tanglad, Dusun Wates.
- Pastikan untuk tidak membawa barang terlalu banyak saat menuruni tebing agar tidak merepotkan.
- Perhatikan tanda-tanda ombak dengan benar supaya tidak terjebak di Pantai Suwehan saat ombak pasang.
Perjuangan seperti inilah yg justru berkesan. Apalagi pantainya bagus banget. Bisa dibilang kesempatan langka bisa menginjakkan kaki di pasir Suwehan.
Betul…pantainya indah banget walaupun penuh perjuangan
Perjalanannya Terbayarkan dengan panorama seindah ini mas…
Iya mas, nga nyesel
Pantainya keren bingitt.ngiler ngiler pengen kesana.
Kalau cewek kira kira bisa sampai sana mas? Dari ceritanya kok penuh liku liku gitu….
Bisa mba, asal extra hati2 banget hehehe
Pengalaman bertandang ke nusa penida memang wisatanya bagus tapi memang butuh effort buat melihatnya, trekking nya berat banget dan nggak bisa dibikin cepat ya. Ditunggu cerita tempat wisata lain nya di Nusa penida ya kak
Siap ko, semoga bs ditulis semua destinasi Penida
emang paling seru pas dapat pantai yang lagi sepi. berasa jadi private beach. walaupun kesananya butuh perjuangan. ehehe
Iya serasa punya pantai pribadi ya
Aku takut wall climbing. Lebih baik jalan kaki berjam-jam daripada harus wall climbing. Saat pendakian Merbabu, mau nggak mau harus wall climbing karena nggak ada jalan lain. Sudut tebing batunya benar-benar tegak, harus saling dorong dan saling tarik, belum lagi Jembatan Setan yang hanya cukup untuk dua tapak kaki dengan jurang menganga di kanan kiri.
Kalau udah begitu, rasanya enggan ya buru-buru langsung pergi hehehe
Ini juga krn udah tanggung kak, naik lagi udah jauh, mau turun ya harus climbing hehe
Ini saya satu wisata favorit saya. Begitu menantang karena turun ke pantainya PR banget hahaha.
Btw visit blog saya juga di Heriand.com 🙂
Antara lanjut atau nga dilemma. Tapi untung dilanjutin krn viewnya keren bgt. Siap meluncur ke blognya mas 🙂
Artikel yang sangat bagus dan menarik. Foto-fotonya juga keren sekali. Semoga perjuangan mas yang melelahkan bisa terbayarkan setelah menikmati keindahan pantai suehan. Terima kasih sudah mengulas pantai suehan nusa penida salah satu obyek wisata yang ada di pulau kami. Setidaknya dengan artikel tour nusa penida ini banyak orang membaca dan tertarik untk datang ke Pantai Suehan.
Saat ini fasilitas ke Pantai Suehan lumayan bagus mas. Perbaikan dan infrastruktur terus dilakukan untuk menarik para wisatawan terutama wisatawan asing.
Wisata ke Nusa Penida juga tidak mahal-mahal banyak penyedia tour yang memberikan harga murah mulai dari 350ribu sudah komplit untuk semua fasilitas dan pelayanan.
Semoga Pantai Suehan bisa memberikan pengalaman dan kenangan yang tidak terlupakan. Datang lagi ya mas ke Pantai Suehan
salam
Komang yong
Wah terima kasih mas atas infonya. Jadi penasaran untuk kembali lagi ke suwehan. Krn jujur dl beberapa temen mengurungkan niat utk turun krn aksesnya yg aduhai hehehe. Syukurlah kl akses sudah lebih baik dan bersahabat