Tahun 2001 yang lalu, saya sempat menginjakan kaki ke wilayah Curug Nangka dengan semua kesimpang siuran informasi yang saya dapatkan saat itu. Masih ingat saat itu kami bermalam di camping ground Curug Nangka. Untuk menuju ke Curug, saat itu masih belum dilengkapi dengan jalan yang memadai jadi kami harus keluar masuk sungai dan memanjat batu. Saat itu semua terasa mudah dan ringan karena saya belum sebesar sekarang hehe. Yang menyebabkan saya sedikit sedih sekaligus takjub, ternyata curug yang saya kunjungi 14 tahun lalu, bukanlah Curug Nangka.
Komplek Curug Nangka di Bogor ini memiliki 3 curug. Takjubnya saya, ternyata curug yang saya kunjungi 14 tahun lalu adalah curug terjauh, sekitar 700 meter dari camping ground, tentunya saya tidak akan mengulangi perjalanan ini lagi #menatap”taspinggang”. Adalah Curug Kawung, curug terjauh yang dulu sempat saya kunjungi dan saya kira itu adalah curug Nangka (teman macam apa yang menyesatkan saya saat itu) . Dibawahnya ada Curug Daun dengan kontur yang agak landai, Curug ini paling tepat untuk bermain-main dan mandi, hanya saja posisinya agak terbuka tidak seperti curug pada umumnya yang diapit tebing, jadi siap-siaplah menjadi tontonan orang saat kita sedang mandi.
Baca juga: Saat Mongol dan Indian bertetangga di Highland Park Resort Bogor
Lalu dimanakah Curug Nangka? Sepertinya kami harus berterima kasih kepada bocah penolong kami yang muncul secara tiba-tiba dan “ngeloyor” menghilang secara tiba-tiba pula. Bocah yang bahkan tidak sempat saya tanyakan namanya ini yang memandu kami menuju Curug Nangka. Curug ini letaknya sangat dekat dengan pintu masuk hanya saja jalannya agak tersembunyi dibalik rimbun pepohonan. Dari arah camping ground, untuk ke Kawung dan Daun kita harus menanjak di jalur kiri, sementara Nangka, menurun ke jalur kanan.
Sang bocah menyakinkan kami bahwa Curug Nangka setinggi 15 meter ini berada diujung aliran sungai dengan lama tempuh sekitar 10 menit. Tanpa ragu si bocah menawarkan “Ayo saya antar AA”, dia langsung meninggalkan pancingannya ditepi sungai dan langsung memimpin perjalanan kami. Dengan lincahnya si Bocah bersenandung dan melompat dari 1 batu ke batu lain. Memang tak lama, kami bisa mendengar teriakan-teriakan bukan monyet tetapi pengunjung, ramai sekali T_T. Pudar semua bayangan curug tersembunyi yang sepi dan tenang.
Baca juga: Menyapa keluarga Tusam di hutan pinus Gunung Pancar
Ada 1 hal menganggu saat kami sedang menikmati curug Nangka, salah satu pemandu tidak resmi mengeluarkan kata-kata kasar kepada si bocah karena dia merasa sang bocah merebut lahan pekerjaanya. Sepertinya pemandu itu tidak tau akan berhadapan dengan manusia-manusia bermulut pedas, kami spontan membela si bocah, karena niat dia memang tulus membantu kami bukan merebut
lahan kerjanya si pemandu wisata.
Selama perjalanan kembali menuju camping ground saya sempat berbincang-bincang dengan si bocah
Saya : Koq, main sendirian Dek?
Bocah : Iya Aa, kan ga punya temen.
Saya : Loh kamu ga sekolah?
Bocah : Sekolah A
Saya : Dimana? Koq ga main sama temen sekolah?
Bocah : Kasian A, kan temen saya rumahnya mah jauh, saya mah tinggal di situh (sambil menunjuk ke balik bukit). Ke sekolah ajah 1 jam jalan kaki, temen-temen tinggalnya kan di deket sekolah semuah.
Saat kami sedang membahas cerita si bocah, tidak sampai 5 menit, saat kami berpaling, si bocah sudah meninggalkan kami, kami hanya bisa terpana melihat punggungnya di kejauhan, berjalan setengah melompat tanpa beban.
Baca juga: Fire Grill & Bar, bersantap di kelilingi suasana pegunungan
Saya bersyukur saat itu walaupun bayangan Curug Nangka yang sepi tidak saya dapatkan, tapi saya dapat sedikit cerita dari bocah yang bahkan tidak sempat bertukar nama. Kejujurannya, kepolosannya, kebaikannya sepertinya hal yang sudah sulit ditemukan saat ini. Semoga rejekimu selalu mengalir, sekolah
yang rajin dan bisa jadi kebanggaan orang tua mu bocah penolong.
anak – anak di daerah gitu memang suka nolongin dan kadang malah ngebantu jadi guide dadakan~ sering tiba – tiba dapat bantuan kayak gini 🙂
Iya, cuma sayang itu ada oknum yg marah2 sama si anak, padahal dia bantunya ga mengharapkan bayaran
Wadow…siap oknum itu, aku omelin balik saja…
Pemandu lokal sana yang ga resmi juga koq, udah kita omel2in
Kak, itu anak kecilnya pergi gitu aja? Yakin dia napak tanah, Kak? Hehe..
yakin kak titi, anaknya napak cuma jalannya aja kaya bola bekel, loncat kesana kemari
WainI! Dulu kesasar pas ke sini, akhirnya malah belum pernah ke sini. *putus asa*
Haha ayo kak chan sekalian ke jagakartta
Haha ayo kak chan sekalian ke jagakartta
sekarang mah dimana2 objek wisata alam rame semua, susah cari yang damai buat nenangin pikiran,, di puncak gunung aja yang notabene susah dijangkau, ramenya bukan main, apalagi curug2 kayak gini,, btw keren2 tulisan sama foto2nya bang..
yang susah, terpencil, mahal itu biasanya masih sepi mas hehe. Terima kasih apresiasinya
Ga nyangka nemu ini di google..itu ade saya yg ada d foto yg pake baju kuning😁
Wah seriusan mba? Heheh uda lama banget ya
Iya kak itu ade saya smpe skrang masi ko dia di curug cuman klo skrang dia sewain tiker dan jualin ikan chana limbata klo ketemu pasti udh ga akan kenal karna udh gede bgt anak y tinggi juga 😁😁