Gunung Batu Jonggol, kecil-kecil cabe rawit

Sudah cukup lama saya tak “bercumbu” dengan alam. Kangen banget, tapi kadang kondisi pekerjaan yang membuat akhir pekan saya lebih memilih beristirahat daripad harus berjibaku dengan alam. Sabtu kemarin, sedikit gila, saya memutuskan “touring” ala-ala hanya konvoi kecil dengan jumlah 3 motor menuju Gunung Batu Jonggol.

Setelah hampir 2 jam bermotor-an, saya tiba di pelataran parkir Gunung Batu Jonggol. Masih tak begitu banyak motor terparkir di lokasi. Kedatangan saya langsung disambut warga setempat yang bertugas sebagai penjaga parkir. Ia menarik !5.000,- untuk tarif parkir yang saya pikir untuk 3 motor. Ternyata 15.000,- adalah tarif parkir untuk 1 motor. Saya sampai tak berminat untuk menanyakan tarif parkir kendaraan roda empat .

875 MDPL
875 MDPL

Dari lahan parkir saya melintasi kebun sereh dengan latar belakang Gunung Batu. Saya sempat membatin, “sanggupkah saya mencapai puncaknya?” Jika dilihat, puncak Gunung Batu memang terlihat meruncing tanpa ada area landainya. Jalan setapak yang saya lalui masih berbatu dan sepertinya sering digunakan sebagai area motor trail karena terlihat beberapa jejak motor. Di sisi kanan terlihat ada pembangunan namun entah apa yang sedang dibangun dan saya tak sempat mencari tahu. Dugaan saya seperti sedang dibuat kolam, entah kolam pemandian atau mungkin danau buatan untuk wisata. Tak jauh dari sini saya kembali dihentikan oleh warga lokal dan kembali ditarik retribusi kebersihan sebesar 15.000,- (lagi) Ya sudahlah saya hanya bisa berharap kalau benar digunakan untuk memajukan dan menjaga kebersihan Gunung Batu karena ke dua retribusi tadi ditarik tanpa ada sehelai tiket pun yang saya terima.

“Berapa lama sampai ke puncak A?”

“30 menit juga sampai mas”

“Iya 30 menit kalau Aa yang naik, kalau saya mah lebih”

Kalimat saya hanya disambut tawa beberapa orang di pos awal pendakian. Baiklah saya harus mempersiapkan diri dari PHP Aa penjaga tiket.

Di titik awal ada papan kayu yang bertulis, Berdoa sebelum mendaki dan Dilarang bercanda saat di puncak. Dari beberapa info yang saya baca, Gunung Batu memang termasuk kecil-kecil cabe rawit, tingginya hanya 875 meter di atas permukaan laut namun pendakian menuju puncak termasuk rumit dengan jalan sempit sehingga cukup banyak memakan korban jiwa, ada yang karena bercanda, ada yang karena batu pijaknya longsor atau ada juga yang lengah karena jalannya terhalang ilalang sehingga tak terasa bahwa jalan yang dipijak adalah sisi jurang. Bahkan katanya di puncak ada satu prasasti untuk mengingat salah satu pendaki yang meninggal karena terpeleset ke dalam jurang. Kejadian itu berlangsung sekitar tahun 2015 tepat beberapa bulan setelah jalur pendakian Gunung Batu dibuka.

Semakin tinggi semakin sulit
Semakin tinggi semakin sulit

Awal pendakian saya langsung dihadapkan pada undakan-undakan tanah yang dipapas. Sepertinya jalur yang saya lalui ini adalah jalur yang baru dibuka karena menurut beberapa sumber yang saya cari sebelum memulai pendakian, awal pendakian adalah jalur menanjak yang melewati barisan pepohonan. Jalur yang saya lalui ini lebih kepada undakan-undakan tangga yang cukup banyak dengan arah naik vertikal bukan diagonal seperti jalur menanjak. Dan memang di satu titik saya berjumpa dengan pertigaan sebelum jalan menuju area perkemahan. Jadi untuk yang mau mendaki, saran saya mencari tahu terlebih dahulu mana rute yang lebih nyaman, dugaan saya, jalur menanjak akan lebih mudah dilalui namun memiliki waktu tempuh yang lebih panjang sementara jalur mendaki yang saya lalui memang lebih sulit dan menguras tenaga tapi dengan waktu tempuh yang lebih singkat.

Dari pertigaan, hanya ada satu jalur menuju area perkemahan dengan jalur menanjak yang cukup miring sehingga disediakan tali. Jalur dari bawah hingga ke area kemah lebih banyak didominasi oleh tanah berdebu. Jika mendaki saat musim kering mungkin akan lebih sulit karena tanah akan merosot saat dipijak sementara jika saat musim hujan, dijamin butuh tenaga ekstra karena akan mendaki di jalur berlumpur.

Area perkemahan
Area perkemahan

30 menit saya lalui dan baru tiba di area perkemahan, area landai dengan beberapa pohon rindang. Ada sekitar 3-4 kelompok yang berkemah di sini. Saya cukup senang mengetahui di area kemah ini tak tercium bau pesing atau kotoran manusia walaupun tak tersedia kamar mandi. Area ini cukup bersih dan tak ada sampah berserakan. Sedikit berbeda waktu saya mendaki Gunung Lembu, ketika di area kemah cukup kencang tercium aroma kotoran manusia dan banyak bungkus makanan berserakan. Hanya saja di area ini cukup banyak monyet ekor panjang, jadi bagi yang ingin berkemah, perhatikan barang-barang serta pastikan kemah selalu tertutup.

Baca juga : Gunung Lembu dengan view waduk Jatiluhur

Menuju puncak dengan jalur berbatu
Menuju puncak dengan jalur berbatu

Dari area kemah, puncak Gunung Batu Jonggol sudah terlihat jelas dan terasa sangat dekat, padahal di sini lah jalur pendakian sulit baru di mulai. Jalan setapak menanjak langsung menyambut dengan untaian tambang untuk membantu naik. Kemiringannya mungkin sudah lebih dari 45 derajat tanpa ada jalur landau sedikitpun sehingga lutut dan telapak tangan dipaksa untuk terus bekerja. Mungkin membawa sarung tangan bisa sedikit meudahkan saat merambat menggunakan tambang. Selesai jalur tanah, bebatuan lah yang harus saya lalui untuk mencapai puncak. Bukan jalur berbatu kerikil, tapi batu-batu besar yang harus saya panjat. Di sinilah mengapa pendaki dilarang bercanda karena butuh kehati-hatian ekstra saat memanjat batu. Tak jarang beberapa batu tanpa ada pijakan yang cukup sehingga kita harus mengandalkan tangan untuk menarik tubuh ke atas. Kaki harus menjejak kuat ke dinding batu dengan badan condong ke belakang. Persis seperti  Bapak-bapak tentara yang sedang memanjat dinding menggunakan seutas tambang. Kanan dan kiri jurang sementara di belakang adalah jalur berbatu. Pendakian yang tersulit adalah beberapa meter sebelum tiba di puncak, batu yang harus didaki benar-benar dalam kondisi 90 derajat. Saran saya gunakan alas kaki yang baik untuk membantu saat mendaki, Gunung Batu memang tak tinggi tapi jalur pendakiannya cukup menguras tenaga dan butuh persiapan.

Gunung Batu Jonggol
Gunung Batu Jonggol

1 jam dari area kemah untuk tiba di puncak. Gunung Batu Jonggol ternyata memiliki 3 punggung di puncaknya, 2 punggung berupa pelataran kecil sementara 1 punggung yang cukup besar dengan beberapa bendera merah putih tertancap. Kondisi di puncak memang hanya berupa jalan setapak dengan jurang di kanan kirinya jadi kehati-hatian sangat dianjurkan di sini. Jangan terlalu banyak bercanda dan hati-hati saat sedang mengambil gambar. Tingginya ilalang di sisi jalur setapak kadang mengaburkan kondisi jalan dan tebing yang mengarah ke jurang.

Instagramable namun harus berhati-hati
Instagramable namun harus berhati-hati

Untuk turun pun tak kalah sulit bagi yang belum terbiasa memanjat tebing. Kondisi kita harus memunggungi dan mengandalkan tali sebagai pegangan, jadi sebelum turun baiknya melihat dulu jalur yang akan dilalui dan mengingat kira-kira di mana harus berpijak. Jantung saya sempat berdegup kencang ketika menuruni batu tegak lurus 90 derajat. Percobaan pertama, pijakan kaki kiri saya sempat meleset. Rasanya tubuh disiram air dingin karena jika saja pegangan saya terlepas, saya langsung terjun bebas ke bawah dari ketinggian 800 meter. Percobaan kedua baru saya berhasil turun walaupun dengan lutut gemetaran.

Baca juga : Wisata Gunung Pancar

Puncak Gunung Batu
Puncak Gunung Batu

Tiba di area kemah saya langsung mencari area lapang untuk duduk, menenangkan jantung yang berdegup dan lutut yang gemetar. Beberapa pendaki yang ada di puncak tadi pun duduk bersama saya dan saling mengomentari jalur yang dilalui. Ada sepasang kekasih yang biasa mendaki gunung dan mengakui bahwa jalur di atas cukup berbahaya untuk yang belum terbiasa mendaki. Dari area kemah ini perjalanan sudah lebih mudah karena tinggal menuruni undakan-undakan tangga hingga tiba kembali ke pos awal pendakian. Untuk turun pun saya butuh waktu 1 jam 30 menit namun dengan jeda istirahat yang cukup lama di area kemah. Jika tanpa istirahat mungkin 1 jam sudah sampai di bawah.

Kangen saya terobati, menempuh rute yang terbilang ekstrem untuk saya. Setidaknya saya punya tambahan cerita “seru” dan pengalaman baru. Dan sepertinya rute Gunung Batu  Jonggol sekarang ini menjadi top of list destinasi wisata dengan rute ekstrem yang pernah saya kunjungi.

Hati-hati saat berfoto
Hati-hati saat berfoto

Catatan C4ME :

  1. Rute Gunung Batu Jonggol dari Jakarta adalah menuju ke Jalan Alternatif Cibubur mengikuti jalur terus kearah Jonggol hingga bertemu Alun-alun Jonggol. Dari Alun-alun menuju ke Jalan Raya Dayeuh. Ikuti jalan lurus hingga pertigaan, ambil arah kiri ke daerah Ciherang. Ikuti jalan lagi sampai ada pertigaan dengan tanda Gunung Batu ke arah kiri.
  2. Gunakan sepatu atau sandal gunung untuk lebih nyaman dan aman saat mendaki.
  3. Taati peraturan yang ada demi keselamatan.

Enterpreneur, Travel Blogger, Instagramer, Hotel & Resto Reviewer, Fuji Film User.
6 Responses
  1. Elisabeth Murni

    Duh puncaknya ngeri banget, sempit gitu dan curam, benar2 harus hati2. Kalau pas ada angin kencang lumayan degdegser yak. Teman saya dapat jodoh di Gunung Batu Jonggol ini, terus belum lama ini mereka ajak anaknya yang baru setahun piknik kesini. Gatau apakah nyampe puncak atau enggak. Ternyata serem gitu jalurnya.

    1. Anthony Leonard

      Waaah Gunung Batu punya cerita romantis hehe. Hebat loh kl bisa ajak anak sampe ke puncak, bawa badan sendiri aja ud ngeri

  2. Ida Farida Suryani

    Terbukti menguji adrenalin. Di usia 52 Alhamdulillah saya berhasil menjejakkan kaki di gunung ini. Walaupun bbrp gunung pernah saya daki, tapi Si Kecil ini benar2 menguji nyali, apalagi di tebing batu tegak lurusnya.

    1. Anthony Leonard

      Wah luar biasa Ibu. Betul, menjelang puncak luar biasa ya medannya. Tapi seru banget, meskipun kecil tapi jadi pencapaian yang luar biasa ya, terutama untuk Ibu. Sehat selalu Ibu

Leave a Reply