Hari kedua di Pulau Kei, kami kembali keluar masuk perkampungan. Seingat saya sudah 1 jam lebih kami meninggalkan hotel namun rasanya sudah berganti posisi berkali-kali, terbangun dan tidur berkali-kali kami masih juga belum sampai di tempat tujuan. Ya… berbeda dengan 1 jam di ibukota yang penuh sesak, 1 jam tanpa ada hambatan sama sekali di Pulau Kei terasa sangat jauh dan lama.
Secara infrastruktur, Pulau Kei kecil sudah sangat baik dengan jalan beraspal. Jika sesekali kami menemui jalan berlubang, masih dirasa wajar. Kendaraan kami berhenti tepat di mulut jalan menurun. Dari sini kami harus berjalan kaki. Mungkin karena di bagian tengah jalan ini sedang dilangsungkan ibadah sehingga kami harus berjalan kaki.
Pantai pasir putih, langit biru dan barisan pohon kelapa seketika membuat saya jatuh cinta dengan pantai ini, Pantai Metro. Ahh, saya sempat mengucap sesal dalam hati. Saya berharap akan mendapati nama eksotis macam Pantai Ohoidertawun atau Pantai Ngurbloat untuk pantai seindah ini. Entah mengapa pantai ini bisa bernama Pantai Metro, bayangan pertama yang terlintas pastilah pantai yang dijejali dengan bar-bar berkelap kelip dengan dentum pengeras suara yang memekak telinga, jauh dari citra pantai ini sebenarnya.
Sepertinya memang ciri khas Pulau Kei yang memiliki pasir halus seputih susu, pun pantai ini. Kaki saya melesak cukup dalam saat harus berjalan di Pantai Metro. Di kiri saya terdapat pasir putih yang memanjang dipagari hutan kelapa, sementara di kanan saya lebih di dominasi oleh batu-batu karang yang mencuat membelah pasir putih.
Baca juga: Pantai Ngurtafur, bukan Pulau Gosong biasa
Di bawah naungan pohon kelapa 1 keluarga dari negeri jauh sepertinya sedikit terusik dengan kehadiran kami. Memang sebelum kami datang, tak ada siapapun di pantai ini kecuali mereka. Kehadiran kami sepertinya mengundang perhatian warga yang menyebabkan warga berhamburan. Mungkin karena kami berkomunikasi, kami banyak bertanya, kami memesan kelapa, jadilah banyak warga yang tertarik berbincang dengan kami alih-alih kepada keluarga berkulit pucat yang mereka pun tak tahu harus berujar apa.
Sementara dari arah bebatuan, kawanan anak-anak mendekati kami. Satu persatu layaknya mata-mata memeriksa keadaan menghampiri kami hingga akhirnya hampir 7 anak bergerombol di dekat kami. Antusias mereka bercerita tentang legenda tanah lahir mereka. Mereka bercerita tentang penyu belimbing yang sempat menghuni Telaga El di kampung mereka. Karena sang Raja Penyu terkena tikam oleh penduduk, akhirnya penyu-penyu ini meninggalkan Telaga El hingga tak tersisa satupun. Konon katanya kini jika manusia ingin bertemu dengan penyu belimbing, mereka harus berlayar hingga bekal mereka habis baru bisa bertemu dengan sang penyu.
Lucunya, mereka saling melengkapi cerita satu sama lain, saling membenarkan dan saling menyalahkan jika ada yang salah ucap dari antara mereka. Kepolosan anak-anak masih terpancar jelas dari mata mereka. Satu anak yang paling kecil bahkan terlihat menggenggam erat dan sedikit berlindung di bahu kakaknya.
Baca juga: Goa Hawang, goa para arwah
Sebelum beranjak, kami meminta mereka untuk bernyanyi. Pikiran nakal saya sempat membayangkan, jika mereka anak-anak kota pasti akan mendendangkan lagu boyband atau dangdut koplo yang sedang tenar.
Tidak dengan anak-anak ini….
Bukan di gedung megah dengan panggung bersinar tapi hanya di pinggir pantai berpasir putih berlatarkan langit.
Bukan diiringi dengan alunan megah musik orkestra tapi hanya debur ombak dan desau angin yang mengiringi.
Bukan dilantunkan oleh biduan terkenal tapi hanya sekelompok anak-anak berkulit legam berambut lusuh.
Haru sempat menyergap kami, rasanya lantunan Tanah Airku tak bisa lebih indah lagi dari apa yang baru saja kami dengar. Mengingatkan kami untuk bersyukur atas indahnya Indonesia dan betapa beruntungnya kami anak-anak kota yang hidup serba mudah.
Perjalanan ini sebagai bagian perjalanan bersama ayojalanjalan.com
Aku baca ini sambil dengerin lantunan lagu Tanah Airku dari anak-anak ini. Beneran terbawa suasana indahnya Pantai Metro.
Benar-benar suasanya yang sangat nyaman mas ya…
nyaman karena masih sepi
Bayangin dengernya di pinggir pantai ya
Bagus pantainya. Nanti kalau may ketemu penyu, berlayar ga usah bawa bekal. Langsung ketemu deeh
Hahaha ide bagus, taunya harus sebulan berlayarnya
Kereeeeen. Pantainya putih bersiih. Cerah pula
Bersih dan halus pasirnya
Terharu…mendengar nyanyian mereka
Iya kak, merinding dan haru sekaligus
ahh kangen liat perahu bercadik dan lihat gradasi air lautnya bikin pengen potoinnn
Syahdu ya hihihi
Ya Allah cantiknya pantai Metro ini. Sayangnya jauh dari Pulau Jawa, adanya di Pulau Kei yang agak susah aksesnya. Tapi perjalanannya sebanding lah dengan pemandangan yang akan kita dapat
Betu Mba Evi, ga sia2 jalan jauh kesana, krn indahnya sebanding dgn perjalanannya
Kok lucu banget si anak anak itu. Gemesin…. Bocah2 yang masih belum tahu kerasanya dunia. Wkwkwkw… Semoga sehat selalu mereka. Aamiin…
Btw, pasti ini pantai panas banget. Keliatan dari bersihnya langit. Berjemur bentar pasti jadi abu.. ??
Hahaha sadis langsung jadi abu. Banyak pohon kelapa utk berteduh koq
Wah pantai metro ini mesti masuk list tempat yang perlu dikunjungin nih.
Salam.
Iya, gambaran ideal utk sebuah pantai :p
Iya ya, kenapa namanya Pantai Metro ya. #mikirkeras
Kl ud ketemu jawabannya tlg kasih tau ya hahaha
Hmmm… syahdu…
kirain pantainya banyak gedungnya gitu.. ternyata bersih dan asri..
Krn namanya terkesan pantai di daerah kota ya hehe
Ya ampun.. dari awal sampai habis baca cerita ini gak berhenti berdecak kagum sama keindahan Pantai Metro. Jadi serasa ikut ke sana juga.
Makasi kakak, emang pantainya indah bgt ni
3 layers in 1 place : blue, cyan, and white sands!
Keren banget pantainya mas, pengen banget kesana.
Aminnnn semoga bs segera mampir ke pantai ini